Mobil hitam yang Gio kemudikan tiba di sebuah rumah yang sudah lama sekali tidak Adel tempati. Terakhir Adel mengunjunginya saat mengambil barang-barang untuk pindah ke rumah Auriga. Tepatnya kelas 1 SD.
Ketika turun dari mobil, Adel refleks menarik napas panjang dan menghembuskan perlahan, dalam sekejap saja kenangan bersama Mama terputar di otaknya. Pandangannya langsung mengarah ke taman di halaman rumah. Ia tersenyum tipis, seperti melihat dirinya waktu kecil tengah menanam bunga bersama Mamanya. Kemudian beralih ke teras, teringat momen dulu Adel suka duduk disana melihat hujan, ditemani Mama yang memeluknya lembut.
Mereka melangkah masuk. Napas Adel tercekat ketika sampai di ruang tamu. Kejadian waktu itu terputar kembali di pikirannya, ketika Adel menyaksikan jenazah mamanya terbaring kaku disana, diiringi suara orang mengaji dan isak tangis keluarganya.
Adel baru saja bangun dari tidur pagi itu. Ia keluar kamar dan menuju lantai bawah, sontak terperangah melihat banyak orang di rumahnya. Semua keluarganya ada di ruang tengah, kompak berpakaian hitam. Membuat Adel melongo, memiringkan kepalanya bingung.
'Ada pesta ya? Tapi kok mukanya pada sedih semua?' batinnya bertanya-tanya.
Mata Adel berbinar seketika mendapati keempat sepupunya di ruang makan. Mereka tidak sedang makan, hanya duduk diam di kursi.
"Ada yang ulang tahun ya, bang?" tanya Adel antusias pada Satya.
Satya menoleh, menunjukkan senyum tipisnya. "Tidurnya nyenyak?"
Bukannya memberi jawaban, Satya justru mengalihkan pembicaraan.
Adel mengangguk semangat. "Seneng deh semua kumpul disini. Siapa yang ulang tahun?"
Adel menatap satu-persatu sepupunya bingung. Ia tidak mengerti apa maksud tatapan mereka, mengapa semua terlihat sedih?
Satya beranjak dan berdiri di depan Adel, mengusap lembut surai panjang sepupunya. "Abang mau Ru buat satu janji. Untuk tetap tersenyum apapun yang terjadi. Ru mau janji?" Satya mengacungkan jari kelingkingnya. Adel langsung melingkarkan jarinya di jari Satya, rasa bingungnya menguap seketika.
"Janji!" pekik Adel kelewat senang.
"Ru." kali ini Ken mendekatinya. Adel yang selalu tersenyum itu mengecup pipi Ken. Membuat Ken ikut tersenyum meski terpaksa.
"Ada rahasia yang Ru sembunyiin?" tanya Ken langsung.
Adel tertegun dan menggerjap. Ada, rahasianya bersama Mama. Namun Adel sudah berjanji pada Mama untuk tidak mengatakan pada siapapun.
Adel lantas menggeleng ragu.
"Ada yang Ru tahu tentang Mama Radilla tapi kami semua gak tahu?" tanya Ken lagi. Adel menggigit bibir bawahnya dan menggeleng lagi.
"Ru udah janji sama Mama, rahasia itu hanya boleh Ru, Mama, dan Tuhan yang tahu." ujar Adel pelan.
Satya mengangguk mengerti. "Ru gak suka ingkar janji 'kan? Jadi kalau Ru gak mau ngasih tahu, Ru juga gak boleh ingkarin janji Ru sama Bang Satya tadi."
Adel menganggukkan kepala patuh. Ia menurut ketika Satya menarik pergelangan tangannya, membawanya ke ruang tamu.
Mata Adel melebar melihat banyak sekali orang di ruang tamu. Dan semua kompak berpakaian hitam, duduk lesehan sambil mengaji.
Pandangan Adel kemudian mengarah ke tengah ruangan, melihat seseorang yang terbaring ditutupi kain putih dan selendang coklat disana, dan ada papa disamping orang itu, tengah menunduk dengan bahu bergetar.
KAMU SEDANG MEMBACA
AURIGA
Novela JuvenilMungkin Adel termasuk gadis beruntung di dunia ini, memiliki keempat sepupu yang begitu menyayanginya. Satu sekolah menyebut mereka, Auriga. Setiap keinginan selalu Adel dapatkan dengan mudahnya, namun ada satu yang sulit Adel wujudkan, kasih sayan...