Hari Senin.
Yang biasa disebut dengan monster day.
Sebagian besar pelajar berdoa semoga upacara ditiadakan, namun doa mereka tidak terkabul. Di pagi yang terik ini, mereka harus berbaris rapi di lapangan demi mendengarkan amanat dari pembina upacara yang sangat membosankan.
Adel mendengus, kakinya terus bergerak ke depan ke belakang mengurangi rasa pegalnya akibat berdiri terlalu lama. Adel mengedarkan pandangan memperhatikan teman seangkatannya. Sebagian ada yang serius mendengarkan, ngelamun, ada pula yang mengobrol dengan teman sebelahnya dengan bisik-bisik.
Adel tiba-tiba tersenyum jahil, kakinya yang tidak bisa diam itu terangkat ke depan, menendang pelan betis pemuda yang berdiri tegap di depannya. Namun pemuda itu tak acuh, malas menanggapi Adel yang mulai usil.
Tak menyerah, Adel menendangnya lagi lebih keras. Aksa jadi menghela napas, mencoba bersabar dan memfokuskan pandangan ke depan.
"Ssstt, Sa. Aksaa.." bisik Adel. Karena keadaan yang hening membuat Aksa dapat mendengar panggilan itu.
"Apasih?" bisik Aksa tanpa perlu repot menghadap belakang. Jika Aksa berbalik dan ketahuan guru di belakang, bisa-bisa ia mendapat jeweran nanti.
"Tuker tempat. Ntar gue pura-pura pingsan terus lo tangkep ya." bisik Adel menyuarakan ide gilanya membuat Aksa mendecak malas.
"Jangan mulai. Udah diem disitu, kan udah gue tutupin biar gak kena panas." balas Aksa. Sedari tadi memang Adel tidak merasa kepanasan, cahaya matahari yang harusnya mengenainya berhasil terhalangi tubuh jangkung Aksa.
Adel mencebikkan bibirnya sebal. "Tetep aja pegel, Sa. Pak Rudi juga tuh lama amat ngasih amanatnya udah kek pengajian mingguan."
Ditengah upacara seperti ini masih sempat Adel menjulidi gurunya.
"Tahan dulu. Abis ini selesai." kata Aksa datar. Adel ini memang bawel dimana pun dan kapanpun. Jika kemauannya tidak dituruti, bisa rewel seperti saat ini dan itu sangat mengganggu.
Akhirnya Adel menurut, meski harus menggerakkan kakinya berkali-kali guna mengurangi pegal.
Begitu upacara selesai dan barisan dibubarkan, Adel langsung menarik Aksa, pemuda itu membuka topinya, pasrah saja tangannya ditarik-tarik gadis mungil ini.
Adel membawanya ke koperasi, ia membeli satu botol air dingin, lalu menengadahkan tangannya di hadapan Aksa. Aksa yang tahu apa maksudnya pun merogoh saku, mengambil dompet dan mengeluarkan 1 lembar uang berwarna ungu. Dengan senang hati Adel mengambilnya dan membayar.
"Gue gak lo beliin?"
Adel menggeleng enteng. Ia mengambil uang kembalian dan memberikannya pada Aksa.
"Beli sendiri."
Dengan tak tahu dirinya gadis itu melenggang menuju kelas. Lagi-lagi Aksa harus bersabar menghadapi sikap Adel yang berlaku semaunya.
Namun tak apalah, selagi itu membuat Adel tersenyum Aksa akan menerima apapun kelakuannya. Aksa tahu apa yang terjadi tentang gadis itu, ia mendapat cerita lengkapnya dari Lya.
Sejak senin lalu Adel selalu murung. Menjadi gadis pendiam, tidak ada keusilan yang ia perbuat. Membuat Aksa penasaran dan menanyakannya pada Lya. Dan hari ini, Aksa bersyukur ketika bertemu pagi tadi, segaris senyum tercetak di bibir ranumnya, membuat Aksa bernapas lega.
Setelah membeli sebotol air mineral, Aksa menyusul Adel menuju kelas.
***
Di tempat lain, tepatnya di kelas Ken, seorang gadis berparas cantik berkulit putih pucat sedang duduk lemas menaruh kepala yang berat di atas meja.
![](https://img.wattpad.com/cover/165702722-288-k636721.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
AURIGA
Teen FictionMungkin Adel termasuk gadis beruntung di dunia ini, memiliki keempat sepupu yang begitu menyayanginya. Satu sekolah menyebut mereka, Auriga. Setiap keinginan selalu Adel dapatkan dengan mudahnya, namun ada satu yang sulit Adel wujudkan, kasih sayan...