42. Pelukan hangat

6.1K 487 49
                                    

Kangen? Hehe.

Happy reading;)

***

Mobil yang berisikan sepasang suami istri dan gadis remaja itu tiba di rumah Auriga pukul 06.00 WIB. Sedangkan Satya belum sampai karena harus mengantar Aksa ke apartemennya.

Begitu turun dari mobil, Adel langsung memasuki kamar tanpa mengucapkan apapun. Dia juga mengabaikan Lya dan Ken yang menyambutnya di ruang tengah. Adel melewati mereka begitu saja dengan tak acuhnya.

Jangan salahkan Adel karena tega mengabaikan mereka, ia hanya belum siap berdamai dengan semuanya. Apalagi kata-kata Lya yang masih membekas di hatinya. Sangat sulit untuk Adel menghilangkan rasa kecewanya. Sangat sulit untuk bersikap biasa saja disaat luka di hatinya belum mengering.

"Udah, gak papa. Adel lagi down banget, jadinya pendiam gitu." Riana yang sudah ada di ruang tengah menghampiri Lya dan memeluk anak gadisnya mengetahui gadis itu lagi-lagi dirundung penyesalan.

"Apa dia udah benci sama Lya ya, Ma?" Lya mendongak, air mata di pelupuk matanya menggenang siap untuk tumpah hanya dalam sekali kedipan.

"Hustt.. Dia gak mungkin benci sama Ndaya nya. Nanti juga balik lagi, kok." Riana menangkup pipi Lya dengan kedua tangannya, menyeka air mata di pipi Lya sambil berusaha menenangkan.

"Tuh, dengerin. Dia sibuk nangis terus, Ma. Marahin aja tuh." adu Ken yang duduk bersila di sofa single dengan bantal di pangkuannya. Sedangkan Lya dan Riana berada di sofa panjang. Indra sendiri ada di kamar tamu, sesampainya tadi Riana langsung menyuruhnya istirahat karena seharian menyetir. Sebenarnya Riana sudah meminta untuk bergantian mengemudi, namun tentu saja pria protektif itu menolak.

Riana terkekeh melihat perdebatan lucu anak-anaknya yang sangat ia rindukan saat di rumah. Suasana rumahnya menjadi sepi semenjak mereka tinggal di rumah ini, meskipun kadang setiap sabtu dan minggu mereka akan tidur di rumahnya. Namun karena akhir-akhir ini mereka sibuk sekolah, jadi jarang menginap, alhasil Riana mencoba mengerti dan menengok mereka setiap minggunya.

"Mama buat sarapan dulu, deh. Kalian tidur aja sana, mama tahu kalian begadang." perintah Riana seraya memperhatikan kedua anaknya bergantian.

"Lya nggak kok, Ma. Tadi tidur, Ken nih maksa. Jam 5 tadi bangunnya."

"Badan kamu udah gak papa?"

Lya mengangguk dan tersenyum meyakinkan. "Udah baikan dibanding kemarin."

"Yaudah Lya boleh bantuin Mama."

"Mama sendiri gak tidur? Kan seharian gak istirahat." tanya Ken. Cowok itu beranjak untuk duduk di samping mamanya kemudian memeluk wanita pertama dalam hidupnya itu dengan manja.

Riana tersenyum kecil sembari menyisir rambut Ken penuh sayang. "Di mobil tadi mama tidur. Udah sana, Ken."

Ken mengiyakan perintah Riana dan ke kamarnya dengan ogah-ogahan. Sedangkan Riana dan Lya ke dapur untuk menyiapkan sarapan.

Terdengar suara mobil dari luar. Tak lama kemudian Satya masuk dengan raut penatnya. Pemuda itu menghampiri Riana dan Lya yang sedang memasak di dapur. Ia mengambil segelas air mineral lalu duduk di bar untuk meneguk minumannya.

"Maaf ya, banyak ngerepotin, Mama. Seharusnya Satya aja yang kesana. Mama jadi capek mondar-mandir." Satya menatap punggung Riana dengan tatapan sendu, merasa tidak enak pada Riana.

Riana menoleh sejenak sebelum kembali fokus pada ayam yang tengah dipotongnya. "Kayak sama siapa aja. Kalian semua itu tanggung jawab, Mama. Apapun yang kalian alami harus cerita ke mama, oke?"

AURIGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang