Bel pergantian jam baru saja berbunyi. Seorang guru muda berbadan langsing dengan gayanya yang angkuh keluar dari kelas XII IPS 1. Diikuti seorang siswa yang membawakan buku untuknya.
Suara ketukan high heelsnya berhasil memenuhi keheningan koridor, yang justru menimbulkan kesan seram, siswa di belakangnya bahkan menggidik ngeri sembari menahan beratnya buku yang ia bawa.
"Oh iya, Sa. Setelah ini kamu lanjut kemana?" guru berwajah cantik itu menoleh ke belakang sejenak lalu menghadap depan.
"Saya langsung lanjut kerja di perusahaan papa." jawab Satya lugas.
Bu Indah mundur menyejajarkan langkahnya dengan Satya. "Wah, hebat. Semoga sukses ya, Sa." ucapnya ramah. Sangat kontras dengan gayanya yang terkesan menakutkan.
Satya mengangguk seraya tersenyum. Obrolan mereka berhenti ketika sampai di ruang guru.
"Terimakasih bantuannya, Satya. Tetap semangat!" guru muda itu tersenyum lebar seraya menepuk pundak Satya seakan menyalurkan semangatnya.
Satya mengangguk dan membungkukkan tubuhnya. "Terimakasih, bu. Jangan capek ngajar di kelas saya."
"Iya, mereka nurut kok. Kalau ada kamu sih." Bu Indah terkekeh kemudian menggeleng kecil. "Enggak-enggak ibu bercanda. Kelas kalian termasuk kelas yang aktif, jadi wajar saja kalau mereka suka nyeletuk. Saya justru senang."
"Sekali lagi terimakasih." Satya mengulurkan tangan dan bersalaman dengan Bu Indah.
Sebelum pergi, Satya kembali membungkukkan tubuhnya hormat. Lalu berbalik dan keluar dari ruang guru.
Di persimpangan koridor menuju tangga, Satya menghentikan langkah dan mengernyit memerhatikan seorang siswi yang kesusahan membawa tumpukan kertas. Ia pun mendekat berinisiatif membantu.
Satya mengambil setengah dari tumpukan yang gadis itu bawa begitu saja, membuatnya terkejut dan hampir saja menjatuhkan barang yang ia bawa.
"Seharusnya bawa semampu lo dulu. Kalo jatuh lo juga kan yang ribet." ucap Satya singkat tak menghiraukan tatapan terkejut dari Reisya, teman ekskul paskibnya.
Reisya segera mengulum bibirnya yang tanpa sadar ternganga mendapat perlakuan manis dari Satya.
"Mm, makasih ya, Sa. Gue tadi buru-buru soalnya, jadi sekalian aja gitu biar cepet." gadis itu tersenyum tak enak.
Satya mengangguk mengerti. "Ini mau dibawa kemana?" tanyanya seraya melirik tumpukan kertas di kedua tangannya.
"Ruang pramuka." Reisya mengedikkan dagunya ke ujung koridor khusus ruang ekskul.
"Oke." Satya berbalik dan berjalan tenang membawa tumpukan kertas ke ruang pramuka.
"Lo... gak papa bantuin gue?" Reisya menyusul langkah panjang Satya dan berjalan di sampingnya.
"Emang ada yang larang?" Satya membalas dengan santai memandang depan.
Namun tiba-tiba pemuda tampan itu menoleh, mendapati Reisya yang juga menatapnya, membuat gadis itu sedikit kelabakan.
Reisya memalingkan wajah ke arah lapangan, menghindari tatapan intens Satya yang bisa membuat pipinya memerah begitu saja.
"Ya enggak, kali aja lo ada pelajaran gitu." Reisya tanpa sadar membasahi bibir bawahnya yang terasa kering.
"Eh, tapi bagus deh lo mau bantuin. Gue jadi gak susah-susah." tambah Reisya yang masih enggan bersitatap dengan Satya.
Satya lantas tertawa memerhatikan Reisya yang panik seakan ingin cepat-cepat menjauh darinya. Dalam hatinya pun merasa senang karena berhasil membuat gadis ini salah tingkah padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AURIGA
Teen FictionMungkin Adel termasuk gadis beruntung di dunia ini, memiliki keempat sepupu yang begitu menyayanginya. Satu sekolah menyebut mereka, Auriga. Setiap keinginan selalu Adel dapatkan dengan mudahnya, namun ada satu yang sulit Adel wujudkan, kasih sayan...