Dengan muka pucat akibat terapi syok yang tadi dia terima, Catterina berjalan kembali ke perkemahan dengan langkah lunglai. Untungnya dia sudah menandai jalan yang dilewati tadi agar ia tidak tersesat.
Dia membuat tanda dengan mengikat beberapa sapu tangannya di dahan-dahan pohon sepanjang jalan sebagai petunjuk. Dia tidak ingin tersesat konyol di hutan yang berbahaya ini, nyawanya masih berharga.
Sementara di perkemahan, Emily dan Herwin sedang super panik karena tidak menemukan Catterina di mana pun. Bahkan di setiap sudut tenda sudah mereka geledah namun tidak ditemukan tanda-tanda yang ditinggalkan oleh majikannya. Dan sudah 45 menit lamanya Catterina pergi meninggalkan tendanya.
"Ratu kemana?! Ada dimana ratu kita? Kalau sampai baginda kaisar tahu ratu hilang, kita berdua akan dipenggal," kata Herwin gelisah. Pasalnya Catterina dari dulu tidak bisa diam di satu tempat dan sangat suka berkeluyuran padahal wanita itu sendiri tahu kalau dia buta arah.
"Saya juga tidak tahu!" Balas Emily yang juga gelisah dan panik. Keringat dingin membasahi pelipis mereka di pagi hari yang sejuk. Saat mata Emily sedang menelusuri lingkungan sekitar, sudut matanya berhasil menangkap sosok majikannya yang sedang berjalan kemari.
"Yang Mulia Ratu?" panggilnya dan seketika Herwin juga ikut menoleh. Memastikan bahwa majikannya kembali sendiri dengan kedua kakinya dan masih dalam kondisi utuh.
Mereka berdua segera berlari kecil menghampiri Catterina yang masih mengenakan baju tidur selutut berwarna putih dengan jubah tambahan berwarna merah muda menyelimuti tubuh kecilnya.
"Anda kemana saja, Yang Mulia? Kenapa wajah Anda begitu pucat? Anda tidak apa-apa kan?" Kecemasan Emily semakin menjadi-jadi kala melihat wajah seputih mayat ratunya. Wajah Catterina saat ini seperti habis melihat sesosok hantu penunggu hutan.
"Ah, tadi.. aku berjalan-jalan.. pagi... sebentar," jawab Catterina dengan beberapa kali jeda. Dia sedang berusaha mengumpulkan sebagian jiwanya yang terbang tadi karena terkejut.
"Kenapa Anda tidak menyuruh saya menemani Anda? Berkeliaran di hutan ini sangat berbahaya, Yang Mulia! Untung saja Anda ingat jalan kembali," oceh Herwin dengan raut wajah khawatir. Hanya dia yang berani melemparkan omelan panjang pada Catterina selain Duke Venelst.
Catterina memasang senyum tipis dan menepuk pundak kedua orang itu. Dia merasa terharu karena dikelilingi dua orang yang begitu setia menjaganya.
"Ish! Aku sekarang sudah cerdik tau. Aku mengikat sapu tangan di setiap pohon yang aku lewati," celetuk Catterina bangga memamerkan sedikit kepintarannya mengatasi masalah.
"Tapi Yang Mulia, kelemahan terbesar orang buta arah itu terletak di malam hari. Karena matahari masih bersinar terang, jadi Anda bisa dengan mudah menemukan jalan kembali. Coba saja kalau Anda berkeliaran saat malam hari dan tidak kembali, kepala saya akan menggantung indah di gerbang istana." Herwin tidak henti-hentinya mengoceh layaknya perhatian seorang kakak kepada adiknya.
Telinga Catterina memanas. Pagi-pagi begini sudah disemprot omelan panjang nan indah yang keluar dari mulut ksatria pribadinya, yang bahkan melebihi omelan ibunya di dunia nyata. Sekarang Catterina menatapnya datar, menunggu kelanjutan omelan selanjutnya.
"Kebiasaan Anda harus diubah, sudah terlalu sering Anda berkeliaran begini tanpa pengawal. Tolong jangan diulangi, Yang Mulia."
"Herwin, kau ingin mendapatkan hadiah, hm?" tanya Catterina memasang senyuman manis yang terlihat cukup seram di mata kedua bawahannya. Ada makna tersirat.
"Ti-tidak, Yang Mulia. Maafkan saya, saya akan diam."
"Bagus. Lalu Emily, apa sekarang saatnya sarapan?" Catterina sekarang beralih ke Emily.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaisar, Tolong Abaikan Saya! [END]
Fantasy[SUDAH TERBIT] [TIDAK TERSEDIA DI TOKO BUKU MANA PUN!] [PART LENGKAP!!] (Judul Alternatif di Fizzo : Male Lead, Please Ignore Me!) (Fantasy Series - Reinkarnasi #1) Aku adalah seorang pencinta buku terutama novel fantasi, oh jangan lupa juga penggem...