Bab 58 - Mengadu

26.3K 4.5K 1.3K
                                    

"Baginda~ kau benaran merajuk?" ucapku dengan menunjuk-nunjuk lengan kekarnya.

Namun, dia masih tidak menggubrisku. Hm.. Baiklah, mari kita lihat sampai kapan kau akan berpura-pura merajuk begitu.

"Baginda~ Felix~ Kau benar-benar mengabaikanku?" ucapku lagi dengan nada dibuat sok sedih.

Sejenak dia menghentikan kegiatannya lalu melanjutkannya lagi. Cih, gengsinya tinggi banget. Apa ya yang bisa membuat dia terfokus padaku?

Aha! Aku tahu apa itu. Hehe.

"Felix, 2 hari yang lalu aku bertemu dengan Jerome," ujarku seraya tersenyum lebar. Kali ini kau pasti akan menyerah.

Felix yang sedang menulis dokumennya mendadak berhenti. "Buat apa?" tanyanya datar.

Nah, betul kan? Dia tipe orang yang mudah cemburu. "Dia memberitahuku seputar informasi yang direncanakan oleh pamanmu."

Kini Felix benar-benar berhenti mengerjakan tugasnya dan beralih menghadapku. Lalu dia menarik kursiku mendekat dan menggenggam kedua tanganku dengan erat. "Apa yang dia katakan?" ujarnya dengan serius.

"Pamanmu bersama Duke Chayton dari Kerajaan Famos merencanakan pemberontakan untuk mengambil alih tahtamu. Ada beberapa pihak istana yang sudah terlibat bersama mereka seperti kejadian kemarin, jangan pernah memercayai siapa pun di dalam istana ini, Felix," terangku sembari mengelus pipinya lembut.

"Aku hanya percaya kepadamu saja, Catterina. Ah dan ketiga orang lainnya, Rennox, Okien, dan Joseph. Tetap bersamaku dan jangan melakukan hal yang berbahaya, kau mengerti?"

Aku mengangguk seraya menyunggingkan seulas senyuman agar dia tidak khawatir. "Aku mengerti. Jangan khawatir."

Seulas goresan melengkung tercetak di wajah tampannya. Kemudian dia menarik tubuhku dan memindahkannya ke atas pangkuannya. Uwow~ kuat sekali dia.

"Apa tidak mengganggu pekerjaanmu bila aku duduk begini?" tanyaku tidak enak. Dia memandangku sekilas lalu menyeringai.

"Tidak. Justru aku suka," balas Felix tersenyum mesra seraya mempererat pelukannya.

Aku menangkup kedua pipi Felix lalu memberikan kecupan lembut di bibir merahnya. Priaku yang menggemaskan. Hohoho.

"Sekarang kau jadi semakin berani ya?" ujarnya dengan senyuman nakal.

"Siapa yang mengajariku?"

"Aku mengalah."

Kami saling terkekeh geli. Lalu bibir kami kembali bertemu, saling melumat dengan lembut tanpa adanya nafsu. Rasanya seakan-akan dunia hanya milik kami berdua, yang lain hanya menumpang saja. Bahkan, kurasa burung pun malu memerhatikan kegiatan kami.

Setelah beberapa saat, aku merasa kehabisan oksigen lantas melepaskan pagutan kami. Felix menempelkan keningnya ke keningku, saling berpandangan dengan mesra. Untung saja aku sudah terbiasa dengan sesi romantis ini. Kalau tidak, jantungku pasti tidak akan kuat.

"Aku mencintaimu, Catterina."

"Aku juga mencintaimu, Felix."

Tiba-tiba sebuah seringai misterius tercetak di wajah Felix sekilas. Lalu dia mulai berdiri masih dengan menggendongku seperti 'koala' menuju pintu lalu menguncinya. Aku mengerjapkan mata bingung. Apa yang mau dia lakukan?

Setelah itu kaki panjangnya berjalan menuju sofa yang ada di ruangan kerjanya. Kebetulan hanya ada kami berdua di sini.

Aku mengerutkan alisku dan bertanya, "Kenapa dikunci?"

"Ayo kita buat Felix kecil lagi," bisiknya dengan suara rendah yang berat.

Spontan aku melotot padanya. "Apa? Dasar Felix mes—-Hmph..."

Kaisar, Tolong Abaikan Saya! [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang