Bab 9 - Interogasi

45.4K 6.1K 270
                                    

Keesokan paginya~

Pagi-pagi suasana di perkemahan sudah terlihat suram, pagi yang biasanya berjalan dengan damai seperti biasanya berubah sejak insiden yang terjadi tadi malam. Beberapa orang sedang diinterogasi, erangan dan teriakan kesakitan memenuhi udara, mereka disiksa agar mengaku. Sebanyak 5 orang yang sedang diinterogasi, pakaian mereka sudah terdapat beberapa bercak darah akibat siksaan yang sudah dilakukan selama 3 jam lamanya.

"Jawab! Atas perintah siapa kalian berani melukai Putra Mahkota?" teriak Nick Brighten dengan galak.

"....." tidak ada jawaban dari mereka. Hanya erangan kesakitan yang keluar dari bibir kering mereka.

Duke Venelst hanya menatap datar ke arah para tersangka. Dia masih cemas dengan keadaan Felix yang sebenarnya sia-sia dikhawatirkan karena pria itu tidak terluka parah ataupun meninggal. Felix sampai sekarang masih belum bangun akibat pengaruh serbuk tidur semalam. Sudah 7 jam lamanya dia tertidur.

Duke tidak menyangka, salah satu wakil ketua regu dari pasukannya berani melakukan pengkhianatan yang tidak dapat termaafkan. Seharusnya dia sudah dipenggal oleh Duke, namun mengingat perintah dan rencana Putra Mahkota, dia mengurungkan niatnya.

Duke Venelst berdiri dari kursinya, berjalan menuju salah satu tersangka penyerangan, Wakil Ketua Regu Perak. "Joshua, katakan padaku kenapa kau melakukan ini? Dan siapa yang menyuruhmu?" tanya Duke Venelst dengan ekspresi yang sulit ditebak.

Joshua sudah seperti anaknya sendiri, dia mengajari banyak hal padanya dan juga merawatnya yang seorang yatim piatu. Duke tidak bisa bersimpati lagi padanya karena secara tidak langsung dia mencoreng nama baik Duke.

"Yang Mulia Duke, maafkan saya." Ucapnya dengan intonasi lemah, matanya berkaca-kaca menatap Duke Venelst. Dia tahu kalau tuannya itu adalah fraksi bangsawan netral, namun berkat kekacauan ini, namanya akan diragukan dan dianggap melakukan pemberontakan terhadap keluarga kaisar.

"Padahal tahun depan rencananya kau akan menikah dan aku berpikir akan memberimu posisi yang lebih baik lagi. Tapi..huh.... kau sungguh mengecewakanku."

Joshua hanya bisa menundukkan kepalanya, menatap pilu tetesan darah yang jatuh dari mulutnya. Dia kira hasilnya akan memuaskan namun ternyata sebaliknya.

"Apakah dia dalang utamanya?" tanya Felix yang baru saja sampai di tempat penyiksaan, masih menggunakan pakaian tidur dengan belahan terbuka berbentuk V yang menampilkan dada bidangnya dibalut dengan jubah ringan pada belakangnya.

Dia sudah sepenuhnya sadar dari pengaruh obat tidur. Kondisinya sangat bugar pada pagi ini, mungkin karena banyak bergerak semalam dan tidur yang nyenyak tanpa terganggu membuatnya terasa segar saat membuka mata.

Duke menghela nafas dari dalam, dia beralih menatap Felix. "Ya, Yang Mulia." Jawabnya.

Felix berjalan dengan kedua tangan didada, menghampiri Joshua. Dia menurunkan kepalanya, menyejajarkan dengan pria lemah tak berdaya itu. Mengamatinya dari dekat. "Oho.. Berani sekali ya tikus kecil sepertimu berusaha membunuh keluarga kaisar."

"Sa-saya..." Joshua tergagap, dia ragu apakah harus mengutarakan semuanya atau tidak.

"Sshh.. Santai. Aku belum memegang pedang." Ujar Felix dengan wajah datar. Dia kemudian beralih menuju kursi yang telah disediakan, meletakkan pantatnya dengan nyaman.

Joshua menatapnya, bibir keringnya bergumam kecil. "Sa-saya diperintahkan oleh seseorang." Akunya dengan berani.

Felix mengangkat satu alisnya, tertarik. Sebuah seringai akhirnya tercetak pada wajah dinginnya. "Ehm... Tuan K?" pancing Felix yang sebenarnya dia hanya asal bersuara.

Kaisar, Tolong Abaikan Saya! [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang