Bab 44 - Sebuah Perasaan Terpendam

34.9K 5.2K 1.4K
                                    

"Apa kabar Anda, Yang Mulia?"

Sambil menyesap tehnya, Catterina menjawab, "Baik-baik saja. Walau mengalami sedikit kesulitan."

"Bagaimana denganmu, Jerome?" lanjutnya bertanya kembali.

Jerome selalu tersenyum terlebih dahulu sebelum menyahut perkataan orang. Dan itulah yang membuat Catterina menyukai kepribadian sosok berambut perak tersebut.

"Seperti Yang Mulia lihat, saya dalam keadaan baik," sahutnya.

"Permisi Yang Mulia, teh dan kudapannya sudah tiba." Emily berserta beberapa dayang dari dapur menyajikan teh dan kudapan yang dipesan oleh Catterina.

Lalu mereka membungkuk hormat sebelum pergi meninggalkan tempat. Sedangkan Emily kembali ke posisinya.

Kebetulan Catterina bertemu dengan Jerome di sini. Ini merupakan pertemuan keempat kalinya mereka berdua secara tidak sengaja. Selalu begitu, kali ini dia berharap Felix tidak akan muncul secara tiba-tiba lagi.

Karena itulah Catterina merasa tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini. Jadi rencananya wanita bermata biru itu ingin menguji karakter Jerome yang menurutnya agak berbeda. Dia melirik ke arah Emily sambil tersenyum.

"Emily, bisakah kau meninggalkan kami berdua?" pinta Catterina. Menurutnya perbincangan ini bersifat rahasia jadi tidak boleh ada pihak ketiga yang mendengarnya.

Tanpa merasa curiga, Emily mengangguk dan berkata, "Baik, Yang Mulia." Emily menunduk hormat lalu berjalan pergi.

Sekarang tinggallah mereka berdua yang saling duduk berhadapan dengan meja bundar sebagai pembatasnya.

"Aku penasaran akan sesuatu. Jerome, bagaimana tanggapanmu soal kebersihan?" tanya Catterina yang penasaran akan karakter Jerome yang sudah sejak lama ia merasa aneh.

Jerome terkesiap. Pertanyaan yang sama tapi waktu yang berbeda.

Selalu dengan menyunggingkan senyum manisnya, dia menjawab, "Menjawab Yang Mulia, menurut saya kebersihan itu mencerminkan jiwa kita. Kebersihan bukan hanya terpaku pada kesehatan namun juga pada perbuatan dan cara pikir kita. Kalau kita berbuat baik kepada sesama, selalu berpikir benar, dan melakukan perbuatan jujur sesuai cara pikir kita itu sudah termasuk kebersihan jiwa."

Jawabannya sama dengan di novel, pikir Catterina.

"Hm.. aku setuju dengan penjelasanmu."

"Terima kasih, Yang Mulia. Lalu Yang Mulia, jika boleh saya ingin bertanya pada Anda," izin Jerome tanpa ragu-ragu.

Dia benar-benar sopan sekali. Gemes. Catterina tersenyum dalam hati, karakter favoritnya dalam novel adalah Jerome yang mempunyai kepribadian sopan dan tenang dalam situasi apa pun. Hanya saja kasihan, Jerome berakhir sebagai sad boy. Sedangkan untuk karakter Felix, Catterina hanya bersimpati saja bukan berarti dia sangat menyukai karakter pria es itu.

Catterina menggoyangkan cangkirnya pelan, "Silakan." Lalu menyeruputnya dengan anggun.

"Apa Yang Mulia percaya dengan adanya kesempatan mengulang kehidupan?" tanya Jerome yang sontak membuat Catterina menyemburkan tehnya.

Byurr~

"Apa?"

Jerome mengambil sapu tangan dari sakunya, lalu berdiri menghampiri tempat Catterina. Dengan sedikit menunduk, dia mengelap dagu Catterina yang basah akibat teh yang disemburkan tadi.

Untung saja Catterina menyembur ke samping bukan ke depan.

"Hati-hati, Yang Mulia," ucap Jerome masih dengan tangannya di wajah wanita itu sembari menatapnya lekat.

Kaisar, Tolong Abaikan Saya! [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang