Bab 18 - Awet Muda

40.6K 5.8K 576
                                    

Sekarang suasana di ruang makan ini tambah menyesakkan. Baginda Kaisar tiba-tiba makan malam bersama kami tanpa alasan khusus, sebelumnya dia tidak begini.

Bagaimana aku bisa menelan makananku sekarang? Dua pria dewasa berada di depanku, tidak bersuara sama sekali. Bahkan percakapan kecil dan ringan tidak dilontarkan dari kedua bibir pemilik rambut hitam itu.

Ini ruang makan apa rumah hantu sih? Menegangkan sekali, seperti genre horror untung bukan thiller. Sepertinya aku harus menepis atmosfer ini deh dan menggantinya dengan atmosfer kekeluargaan.

"Eum, Baginda. Bagaimana rasa steak salmon ini?" tanyaku sekadar basa-basi.

Kaisar langsung menatapku, sorot matanya yang tajam membuatku sedikit tercekat.

"Enak, seperti biasanya." Jawabnya singkat masih dengan sorotan tajam dari matanya. Aku hanya mengangguk pelan sebagai respon dan melanjutkan makanku. Aku tidak berniat memulai percakapan lagi.

Aku tidak terbiasa dengan sorot matanya, terlalu tajam seperti pisau silet. Tapi asal kalian tahu, wajahnya itu loh, awet muda banget njir. Maaf aku mengumpat. Percayakah kalian kalau Baginda Kaisar ini sudah berusia 51 tahun tapi masih terlihat seperti berusia 30 tahun? (silakan lihat pict di bab 6.)

Rasanya aku rela hanya ngebucin padanya daripada idola muda lainnya. Bagiku dia terlihat seperti Lee Dong Wook kedua >.<. Tolong maafkan aku yang terlalu hiperbola ini. Tapi mengingat jalan cerita ini, sayangnya setahun lagi Kaisar tampan dan awet muda ini akan meninggal karena penyakit misterius.

Aku tidak tahu penyakit apa yang menyerangnya, seingatku gejalanya seperti flu, terdapat bercak merah pada tangan dan kakinya, kelelahan, dan parahnya bila tidak segera ditangani akan menyebabkan komplikasi serius.

(Kata Alise sih dia mengambil referensi dari sebuah penyakit yang bernama Lyme. Jadi kusimpulkan nama penyakitnya adalah penyakit Lyme.

Bila dipikirkan lagi, kaisar saat itu sedang melakukan perburuan di Hutan Eger, yang berada di Desa Nano dengan perjalanan yang memakan waktu sekitar 3 jam perjalanan. Sehabis pulang dari situ, kaisar mulai jatuh sakit. Berbagai urusan kekaisaran sepenuhnya diambil alih oleh Felix. Setelah 1 bulan kemudian, Kaisar pun wafat.)

Memilukan. Tapi namanya juga sudah takdir, mau bagaimana lagi. Lalu aku akan menjadi Ratu dalam waktu setahun lagi, hmm. Sangat cepat waktu berlalu.

Setelah 50 menit berlalu, akhirnya makan malam sudah selesai. Aku super duper kekenyangan saat ini. Rasanya perutku akan meledak. Kalau saja aku tidak memakai korset, kujamin perutku pasti kelihatan buncit.

Aku lalu pamit duluan meninggalkan sepasang ayah dan anak itu. Memberikan mereka ruang dan waktu bersama sebagai keluarga. Padahal dulunya mereka itu sangat harmonis, kenapa jadi begini ya? Ah tahu ah, urusan orang.

~~~

Author POV

Pelabuhan Xavier, Kota Xavier Utara, Kekaisaran Caldwell

Bunyi mesin dan lonceng kapal, derap langkah kaki yang tergesa-gesa memenuhi aktivitas yang terjadi di pelabuhan tersebut. Lalu-lalang kuli angkut dan penumpang sudah menjadi pemandangan sibuk setiap harinya.

Tuutt.. Sebuah kapal besar dan mewah baru saja tiba. Papan kayu yang berwarna kecokelatan mengkilap terlihat terawat, layar putih besar yang membantu kecepatan kapal diturunkan semua, jangkar dilemparkan ke laut dan tali tambang besar kapal diikatkan pada tiang kayu papan pelabuhan.

"Yang Mulia Pangeran, kita sudah sampai." Lapor salah seorang pada pria berambut hitam yang sedang duduk manis dalam ruangan khususnya.

Dia memandanginya sekilas, lalu bangkit berdiri tanpa sepatah kata dan melangkah keluar. Di luar sudah ada yang menunggunya, pengawal setianya. "Pangeran, kita sudah sampai di Kekaisaran Caldwell. Selamat datang kembali di kampung halaman Anda, Pangeran Alexander."

Pria yang dipanggil Alexander itu memasang senyuman tipis, "Terima kasih, Derrick."

"Haa.. Aku tidak sabar ingin bertemu dengan kakakku." Ucapnya.

"Anda pasti akan bertemu dengannya segera, Pangeran." Balas Derrick dengan sopan.

Papan penghubung antara kapal dengan daratan telah dipasang, sekarang saatnya para penumpang turun. Saat sedang menuju papan penghubung itu, seorang wanita tidak sengaja tersandung kakinya sendiri dan hampir terjatuh.

"Kyaa.." sebelum badannya menyentuh papan kayu yang dingin, Alexander menangkapnya terlebih dahulu.

"Nyonya, apakah Anda tidak apa-apa?" tanya Alexander dengan nada lembut.

"Ah iya, tuan. Terima kasih." Jawab nyonya dengan rambut jingga kemerahan.

"Ibu, ibu tidak apa-apa?" anak perempuannya bergegas menghampiri ibunya. Meletakkan semua barangnya ke bawah.

"Maafkan saya, tuan-tuan. Ibu saya mabuk laut dan efeknya masih belum hilang sepenuhnya. Sekali lagi maaf dan terima kasih." Gadis itu berkali-kali membungkukkan badannya, meminta maaf dengan sangat sopan.

Alexander memasang senyum tampannya, "Haha, nona muda. Kau tidak usah meminta maaf berkali-kali. Kalau begitu jaga ibumu dengan baik ya, kami permisi dulu." Ucap Alexander dengan ramah dan meninggalkan sepasang ibu-anak tersebut.

Beralih ke ibu-anak tadi, gadis itu menuntun ibunya dengan hati-hati menuju daratan. Di sana terlihat ayahnya dengan seseorang tengah berbincang akrab seraya menunggu kedatangan mereka berdua.

"Ayah!" Seru gadis itu dengan ceria, melambaikan satu tangannya.

Pria yang berasa familiar dengan seruan itu berbalik ke asal suara. "Oh, putriku."

Gadis itu membawa barang di tangan kiri dan tangan kanannya memeluk sang ibu. "Astaga, apa ibumu terkena mabuk laut lagi?" tanyanya yang segera membawa istrinya ke pelukannya.

"Aku baik-baik saja, cuma sedikit pusing." Balas wanita itu sembari memegang kepalanya yang terasa berputar.

"Selamat datang. Kalian keluarga yang harmonis, ya." ujar seorang pria yang berbincang dengannya tadi.

"Ahaha, tuan Baron Blaire terima kasih atas pujiannya."

"Tuan Count Untary, kapan-kapan mari kita berbincang lebih dalam soal bisnis kerja sama kita. Saya sangat senang bisa berbincang dengan nyaman bersama Anda." Kata Baron Blaire dengan ramah.

"Baik, Baron Blaire. Saya akan mengirim undangan."

"Haha, baik. Oya, ngomong-ngomong apa dia putri Anda? Kelihatannya seusia dengan putriku." Tanya Baron Blaire.

"Iya, dia putri saya. Usianya sudah 20 tahun sekarang. Tapi dia masih betah melajang." Jawab Count Untary yang menyindir putrinya sendiri dengan nada bercanda.

Merasa dibicarakan, gadis itu tersenyum lebar dan memberi hormat dengan anggun. "Halo, perkenalkan saya Lidya Alene Untary."

"Salam kenal Lady Untary. Kapan-kapan datanglah ke kediaman saya dan bermain bersama putri saya, Daisy. Akhir-akhir ini dia kesepian sejak temannya sibuk."

"Dengan senang hati, Tuan Baron." Ucapnya girang, siapa pun tidak akan mengira kalau Lidya berusia 20 tahun bukan 16 tahun karena muka polos dan tingkahnya yang ceria.

Baron Blaire tersenyum lebar, "Baiklah, saya permisi dulu. Sekali lagi, selamat datang di Kekaisaran Caldwell." Ujar pria itu seraya sedikit membungkuk dengan satu tangan di dada lalu melangkah pergi.

"Terima kasih."

"Sayang, kepalaku pusing sekali. Ayo kita cepat pulang." Rengek Countess dengan muka cemberut.

"Iya iya. Ayo kita pulang." Ajak Count pada dua malaikat tercintanya, dan berjalan menuju kereta kuda mereka.

Kekaisaran Caldwell, masa depan putriku akhirnya telah tiba.

~~~

Ohohoho, muncul dua tokoh baru yang sudah disinggung dalam beberapa bab sebelumnya. Entah ada yang sadar atau nggak sih, aku menyelipkan beberapa clue kecil di bab-bab sebelumnya :v.

Btw, heroine novel kita sudah muncul loh, Lidya Alene Untary. Kira-kira menurut kalian sifatnya gimana?

Fyi, Pangeran Alex itu merupakan adik dari Kaisar saat ini alias pamannya Felix.

Akhir kata, terima kasih yang sudah membaca ^^. Lope Lope (づ ̄ ³ ̄)づ

~Tinggalkan Bintang dan Komentarnya Juseyo >.<~

Kaisar, Tolong Abaikan Saya! [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang