Bab 42 - Perhatiannya

34.1K 5.7K 1.9K
                                    

Masih dengan menangis sesenggukan, Catterina tidak berniat melepaskan pelukannya bahkan baju Felix sudah mulai basah karena air matanya.

Wanita itu juga sudah tidak peduli lagi dengan lingkungan sekitarnya, bahkan dia tidak ingat ada Lidya di situ.

Yang Catterina inginkan adalah cepat keluar dari hutan gelap mengerikan ini. Dia berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia tidak akan berkeliaran tanpa izin lagi.

Seharusnya ini pertemuan pertama antara Felix dengan Lidya, namun semuanya tidak berjalan sesuai dengan alurnya. Semua perhatian Felix tertuju hanya pada istri kecilnya saja.

"Baginda, para bandit meresahkan itu harus kita apakan?" tanya Herwin begitu selesai menangkap semua bandit yang berusaha kabur.

"Bunuh semuanya--ah tapi kalau bisa sisakan beberapa orang untuk di interogasi. Lebih bagus lagi kalau  pemimpinnya ikut tertangkap," perintah Felix, tangannya masih setia mengelus pelan punggung istrinya.

"Baik, Baginda." Herwin berlalu pergi.

Catterina melonggarkan pelukannya lalu melepaskan diri dari dekapan Felix. Air matanya sudah habis dan kepalanya kembali terasa sakit.

Felix merasa bersalah, seharusnya dia tahu kalau istrinya itu semakin dilarang semakin pula dilanggar.

Felix menghapus sisa air mata pada pipi Catterina. Lalu pria itu melepaskan jubahnya dan hendak memakaikan pada istrinya.

Pada saat itu, gerakannya terhenti. Dia melihat baju putih Catterina yang kotor dengan beberapa sobekan kecil. Namun yang membuatnya amat geram yaitu, sebuah luka yang cukup jelas di lengan wanita itu dengan darah yang belum membeku sepenuhnya.

"Siapa--Yang--Melakukan--Ini?" geramnya tertahan dengan penekanan di setiap kata.

Catterina menatap Felix sayu lalu menoleh ke bandit yang tergeletak tak bernyawa di dekat mereka berdiri sekarang.

"Mereka." Pandangan Catterina memberitahukan Felix bahwa para bandit itu pelakunya.

Felix merasa marah, marah karena dia tidak bisa melindungi wanitanya, marah karena membiarkan orang berengsek melukai wanitanya, dan marah karena tidak becus menjaga wanitanya.

"Baginda, saya lelah. Bisakah Anda menggendong saya?" tanya Catterina dengan suara lemah. Jujur saja, kakinya sekarang sudah tidak kuat berdiri lagi. Masa bodoh dengan permintaannya yang memalukan, dia ingin istirahat sekarang.

Felix mengangguk dan tersenyum lembut, lalu dia memakaikan jubahnya terlebih dahulu pada istrinya. Kemudian mengangkatnya dengan pelan, Catterina menyandarkan kepala di dada bidang pria itu.

Matanya perlahan menutup, sekarang dia sudah merasa aman. Jadi dengan tenang dia bisa beristirahat.

~~~

Pagi menjelang, burung-burung saling berkicau menyapa alam, kupu-kupu dan para lebah menari riang di atas bunga-bunga.

Sinar matahari tidak bisa masuk menembus kain tenda yang tebal. Di atas tempat tidur, terdapat dua insan yang masih tertidur nyenyak tanpa terganggu.

Tangan sang pria masih betah memeluk erat wanitanya. Pria itu terbangun karena merasakan pergerakan kecil di sampingnya. Sang wanita tengah mengganti posisi tidurnya yang sekarang menghadap ke arahnya.

Felix mengedipkan matanya, berusaha menetralkan cahaya yang masuk ke retina. Pemandangan pertama yang dia lihat adalah wajah damai istrinya yang masih tidur.

Tangannya bergerak merapikan rambut-rambut Catterina, menyelipkan di sela-sela telinganya. Sudut bibir Felix terangkat begitu lebar.

"Cantik sekali," gumamnya dengan suara serak khas bangun tidur.

Kaisar, Tolong Abaikan Saya! [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang