Bab 62 - Sampai Jumpa

35.8K 5.1K 1.5K
                                    

*Sebelum membaca, silakan tarik nafas dulu dan hembuskan perlahan~

*Siapkan lagu tema sad/mellow favorit kalian (direkomendasikan : Wind - Jung Seung Hwan & Will Be Back - Im Sun Hae)

Oke, happy reading~

.

.

.

(Now play : Wind - Jung Seung Hwan)

Jleb!

Mataku hampir melompat keluar. Pedang yang kupegang otomatis terjatuh dengan nyaring ke lantai. Wajah Urea terlihat begitu mengerikan dengan percikan darah mengenai wajahnya kala dia mencabut pisau tersebut.

"Li-lidya?" lirihku yang segera meraih tubuhnya agar tidak membentur lantai. Kami berdua terduduk dengan Lidya berada di pangkuanku. Segera aku menekan luka yang ada di perutnya untuk menghentikan pendarahan.

Wanita itu mengernyit kesakitan. Ya pasti rasanya begitu sakit merasakan benda tajam nan dingin itu masuk menembus kulit terdalam. Air mataku tahu-tahu sudah mengalir keluar dengan derasnya. Lidya berlari ke depanku dan menghalau serangan yang ditujukan padaku menggunakan tubuhnya sebagai tameng.

"Kenapa?" tanyaku dengan suara serak. "Kenapa kau melakukan itu?!"

Lidya tersenyum lemah dengan mata sedikit menyipit. Dari celah mulut mungilnya itu sudah mengalir cairan merah segar. "I-itu ka-ka-karena Ratu a-adalah o-orang baik. Pa-panutanku," ucapnya dengan terbata-bata.

Aku menggeleng kasar, "Kau sama gilanya seperti ibumu, hiks..." sindirku padanya. Walau mereka gila dalam konteks yang berbeda.

Lidya tertawa pelan lalu terbatuk-batuk dengan nafas terengah-engah. Dia semakin memuntahkan banyak darah, begitu juga luka di perutnya yang terus mengeluarkan banyak cairan merah itu sampai tanganku seperti terkena cat yang lengket.

"Ya-Yang Mulia Ra-ratu. Te-terima ka-kasih su-sudah... Ma-mau be-berteman...haa... dengan sa-saya. Di ha-hari A-nda menyelamatkan saya, sa-ya sa-ngat ka-gum pada Anda."

"Tidak, tidak! Tolong berhentilah berbicara!" kataku dengan panik seraya mengelus wajahnya.

"Ma-afkan sa-ya su-sudah meng-khianati An-da, Ratu," gumamnya dengan mata yang mulai menutup. Kesadarannya mulai hilang.

"Kumohon pertahankanlah kesadaranmu! Jangan mati dulu, sialan!"

Tangan Lidya terjatuh dengan tak bertenaga ke lantai. Begitu juga dengan matanya yang sudah tertutup sempurna dan aliran nafasnya berhenti kembang kempis di dada. Pertanda wanita itu telah menghembuskan nafas terakhirnya dan pergi menuju ke alam lain.

"He-hei, Lidya. Kau pasti bercanda kan? Buka matamu atau aku akan memberikan hukuman padamu! Ini perintah!" teriakku histeris tidak percaya seraya mengguncang tubuhnya. Kemudian aku memeluknya masih dengan menangis kencang. Walau pertemuan kami singkat, namun keberadaannya sudah membuatku terbiasa.

Lidya Alene Untary, telah meninggalkan dunia ini dengan damai. Dia telah berkorban demi menyelamatkan nyawaku. Beristirahatlah dengan tenang di sana, lupakan segala kesakitanmu dan bahagialah di mana pun kau berada.

Aku meletakkan gadis itu perlahan di lantai yang dingin. Lalu pandanganku beralih ke Urea yang terlihat duduk meringkuk kelihatan uring-uringan tak jauh dari tempatku berada. Wanita tua itu terlihat bergetar seraya menggigit kuku jarinya. Matanya bergerak dengan gelisah, namun tangannya masih memegang belati yang penuh dengan darah, lebih tepatnya darah Lidya.

Kaisar, Tolong Abaikan Saya! [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang