Bab 10 - Pendapat

43.9K 7.1K 156
                                    

"APAAA?!!" teriakan kencang terdengar diseluruh penjuru ruangan yang luas itu. *Author rasa itu teriakan bisa menulikan sebagian fungsi gendang telinga deh.

"Ayah!! Katakan padaku sekali lagi. Apa mungkin aku salah dengar? Itu hanyalah sebuah omong kosong ya kan?" Aku memijat pelipisku dengan kasar. Perkataan gila yang barusan kudengar di pagi hari yang cerah ini benar-benar merusak moodku.

Bagaimana bisa seorang ayah yang baru saja pulang dari tugas militer setelah berbulan-bulan membawa kabar yang mengguncang dirinya?! Apalagi ini tanpa persetujuan dan diskusi dengannya!

Ekspresi wajah ayah terlihat sangat serius tetapi juga terlihat sendu. Kurasa dia tidak main-main dengan perkataannya tadi. Argghh!!

"Cattie, kau akan menikah dengan Putra Mahkota Felix dan akan menjadi Ratu Kekaisaran di masa depan."

"A-apa? Kenapa? Ke-kenapa harus aku yang dipilih?" Aku tergagap. Demi apapun itu, aku sekarang sedang gemetaran. Kilasan ending novel ini tiba-tiba terlintas sekejap dalam benakku.

Aku tidak ingin mati mengenaskan di atas tahta yang dingin dan berduri tanpa cinta. Kenapa harus aku yang mengalami ini?! Bukankah jika begini sama saja aku tetap mengikuti alur novelnya? Sia-sia dong usahaku selama ini. Misiku yang terakhir kan hanya perlu mempertemukan kedua tokoh utama nanti sebelum aku terlibat lebih jauh, lalu aku bisa hidup di perdesaan dengan nyaman dan damai.

Tapi belum memasuki inti cerita saja, aku sudah bertemu dengan Putra Mahkota berengsek itu. Aku menggigit bibirku tanpa kusadari, tidak sampai berdarah kok. Karena terkena sariawan juga tidak enak.

"Cattie. Kau tidak apa-apa?" tanya ayah yang begitu khawatir melihat reaksiku. Jika ini Catterina yang asli dia pasti akan berjingkrak kegirangan tapi sayangnya ini adalah aku. Mami, aku mau pulang, hiks.

"A-ayah. Bisakah Anda memberikan waktu untukku berpikir? Sepertinya aku terlalu kaget." Ini terapi syok! Lebih membuat syok daripada saat dosen tiba-tiba mengumumkan kuis mendadak.

Duke Venelst menghela nafas dari dalam, "Iya, Cattie. Ayah akan menunggu keputusanmu. Jangan merasa terbebani."

Jangan merasa terbebani gimana? Tidak mungkin aku menolak pernikahan ini, ayah! Jelas-jelas si manusia es itu tidak suka penolakan.

"Ingat ini, Cattie. Apapun yang kau lakukan, ayah selalu berada dipihakmu dan selalu mendukung keputusanmu. Jika kau ingin menolak, katakan saja. Ayah akan melakukan segala cara untukmu, sayang." Ucap Duke Venelst dengan begitu hangat tapi memasang wajah sendu.

Kasih sayang seorang ayah terhadap putrinya begitu tulus dan hangat. Aku memasang senyuman pahit. Pasti sangat sulit untukmu dan untukku, Duke.

"Baik, ayah. Terima kasih." Balasku yang mengecup ringan pipi Duke Venelst lalu melangkah pergi ke kamarku.

~~~

Aku menatap langit-langit kamar tidurku. Ukiran indah disetiap sisi yang dibuat dengan detail dan kompleks. Indah sekali tuk dipandangi.

Pikiranku kacau, tidak ada yang bisa kulakukan sekarang selain berpikir dan berpikir. Aku sudah mengubah sifat dan berperilaku baik kepada semua orang di kediaman ini. Melakukan hal-hal yang bahkan Catterina asli tidak pernah dan tidak mau melakukannya, misalnya seperti memasak di dapur.

Aku sudah melepaskan topeng sebagai wanita jahat tetapi masih ada sebagian orang yang menganggapku sebagai wanita jahat. Memang ya persepsi itu tidak bisa diubah dengan mudah.

Lalu aku sudah menolak segala pertemuan yang ada di istana dengan berbagai alasan tentunya. Menghindari kontak dengan Kaisar, Perdana Menteri, dan bangsawan berpengaruh lainnya akan menjamin masa depanku yang sudah kurencanakan.

Kaisar, Tolong Abaikan Saya! [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang