Bab 63 - Bertemu Kembali (END)

48.2K 5.9K 2.6K
                                    

Rumah Sakit Swasta Kanari Medical

Sayup-sayup terdengar suara tetesan air lagi tapi ini lebih kecil dan begitu pelan. Apakah aku sudah berada di surga atau masih berada di tempat tadi? Aku mengerjapkan mata karena tiba-tiba sebuah cahaya terang mengusikku, walau kedua mataku masih terpejam disertai dengan suara gorden tersibak merebak masuk ke dalam telinga.

"Astaga, silaunya," gumamku dengan suara begitu serak yang nyaris tidak terdengar sama sekali.

Refleks pelaku yang membangunkanku langsung memegangi tanganku. "Vio? Kau sudah sadar?" Bisa kupastikan dia adalah seorang perempuan yang masih muda.

Aku berusaha membuka paksa mataku yang berat. Astaga, beratnya itu loh seperti ada beban berkilo-kilo yang ditaruh di sana.

"Astaga, Viona! Ya Tuhan, benar kau sudah sadar. Aku akan memanggil dokter," ujar seorang perempuan berambut panjang yang dicat warna coral pink dengan girang dan segera berlari keluar.

Aku merubah posisi menjadi duduk menyandar pada papan kasur. Lantas aku memegangi kepalaku yang sedikit pusing, tapi yang paling sakit itu di bagian dada sebelah kiriku. "Ukh!" lirihku yang beralih mencengkeram bajuku.

"Apa aku terkena penyakit jantung?" bisikku sendiri.

Langkah kaki tergesa-gesa mulai memasuki ruangan, tirai di sampingku langsung disingkap oleh seorang pria tua berpakaian jas putih diikuti seorang suster di belakangnya.

"Nona Viona. Apakah Anda merasa tidak enak?" tanyanya serius.

Aku menggeleng pelan. Memangnya aku kenapa?

"Apa perut Anda masih terasa sakit?"

Aku menggeleng lagi. Perut? Perutku kenap--....

Samar-samar sekelebat ingatan menyusup masuk ke dalam otakku tanpa permisi dengan begitu cepat seperti putaran film dengan kecepatan 32 kali. Saking cepatnya sampai berbayang-bayang di mataku.

"Akh!" spontan aku berteriak dengan memegangi kepalaku dan menunduk. Apa ini? Kenapa air mataku jatuh dan dadaku rasanya sesak?

"Kenapa? Apa Anda masih kesakitan?" tanya sang dokter khawatir.

"Kepalaku sakit," gumamku kecil.

Pak dokter tersebut mengangguk mengerti. "Saya akan meresepkan obat pereda nyeri. Beristirahatlah dengan cukup," sahutnya tersebut lalu melangkah keluar bersama suster.

"Alise, bisakah kau tolong ambilkan aku air putih? Aku haus."

Alise mengangguk dan segera menuangkan air dari dispenser lalu menyodorkannya padaku. Segera aku meneguk habis karena kehausan. Rasa dahagaku pun hilang, tenggorokanku yang kering seketika merasa lega.

"Katakan, kenapa aku bisa berada di sini?" tanyaku menatapnya serius.

"Vio, kau mengalami keracunan makanan dan diare parah. Kau itu gila ya? Kenapa memakan makanan kadaluwarsa? Sudah tahu pencernaanmu cukup sensitif. Kau tahu, aku panik saat melihat kau tidak masuk kuliah, tidak bisa dihubungi, dan tidak keluar asrama sama sekali," ujar Alise terisak. Ah, benar juga. Aku kan salah makan waktu itu.

Alise menangis sesenggukan sembari menutupi mukanya. Ya wajar sih dia menangis karena aku adalah satu-satunya sahabat terdekat Alise.

Aku merentangkan tanganku dan memeluknya. "Astaga, sahabatku. Aku sangat-sangat rindu padamu. Sudah berapa tahun kita tidak bertemu?" tuturku.

"Berapa tahun? Kita tidak bertemu selama 3 hari tahu! Selama 3 hari kau tidak sadarkan diri. Untung saja pada hari pertama dengan cepat aku membawamu ke rumah sakit. Kalau tidak, nyawamu benar-benar the end," ucapnya marah seraya memperagakan garis horizontal di depan leher.

Kaisar, Tolong Abaikan Saya! [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang