Felix keluar meninggalkan Catterina yang melemparkan tatapan geram padanya karena sebelum bisa protes, pria itu sudah pergi meninggalkannya tanpa memberinya kesempatan membuka mulut.
Catterina tidak terima kebebasannya dikekang, dia bisa mati kebosanan di sini! Memikirkan hal itu membuat darah wanita itu mendidih.
Ingin sekali dia mengikuti kegiatan perburuan ini karena kan dia bisa memanah dan sedikit bisa ilmu berpedang. Namun, sekali lagi suaminya itu tidak mengabulkan permintaannya.
Dia merasa sia-sia belajar susah payah dulu. "Argh! Felix!" Geramnya tertahan sembari memukul meja.
Setiap Catterina mengintip keluar atau hanya menyembulkan setengah wajahnya saja, Herwin selalu menoleh dan tersenyum padanya. Catterina tahu arti senyum itu.
"Bahkan Herwin mematuhi perintah si berengsek itu!" Gerutunya yang sekarang beralih memukul bantal sofa dengan sadis. Kasihan, bantal itu menjadi pelampiasan emosi tuannya.
Lagi-lagi dia menghela nafas ke entah berapa kalinya, "Tidak bisa begini. Aku harus memikirkan cara untuk keluar dari tenda dan menjelajah hutan lagi," ucapnya dengan otak yang mulai merencanakan sesuatu.
Mendadak seringai licik terpajang di wajahnya. Sepertinya dia sudah mendapatkan ide untuk kabur.
"Aduh, aku tidak menyangka otakku bisa bekerja dengan cepat. Hohoho," gumamnya bangga.
Waktu menunjukkan pergantian dari siang menjelang sore. Catterina sudah menghabiskan setengah harinya yang membosankan dalam tenda seorang diri.
Kali ini dengan percaya diri Catterina bergerak lagi menuju pintu tenda, menyembulkan kepalanya, dan memanggil Emily.
"Emily~ Tiba-tiba aku merasa lapar. Cacing-cacing dalam perutku mulai memberontak. Aku ingin makan sekarang, bisakah kau menyiapkannya?"
Emily merasa aneh, namun ditepisnya firasat itu. Mungkin Yang Mulia sedang bosan jadi merasa lapar. Baiklah aku akan membuatkannya makanan enak!
"Baik, Yang Mulia. Akan segera saya siapkan!" kata Emily dengan girang menepuk dadanya pelan.
Cattie tersenyum kecil, dalam hatinya dia berteriak girang. Yes! Satu berhasil!
Setelah Emily pergi, sekarang dia beralih ke arah Herwin yang berdiri di sisi kanan pintu.
"Herwin~" panggilnya dengan nada sok manis.
"Iya, Yang Mulia?" Herwin menoleh ke arahnya, oh tidak lupa dengan senyuman penuh arti yang tercetak jelas di muka tampannya itu.
Catterina memainkan jarinya, dia memasang wajah gelisah dengan kedua sudut matanya yang turun. "Tadi aku melihat seekor tikus besar di dalam. Tikus itu sebesar ini," jelasnya dengan tangan yang memeragakan bentuk tikus itu.
Herwin mengedutkan dahinya dan berkata, "Yang Mulia, setahu saya di sini tidak ada hewan pengerat."
"Kata siapa tidak ada? Barusan aku melihatnya tahu!" Tukas Catterina dengan sedikit panik. Tentunya ucapan yang dilontarkannya adalah sebuah kebohongan.
"Benarkah?" Herwin memicingkan matanya. "Ini bukan akal-akalan Yang Mulia kan?"
Ah, sial. Catterina memamerkan deretan gigi putihnya, peluh dingin mulai mengalir melewati tengkuk lehernya. Dia sedang berpura-pura tenang.
"Kau tidak memercayaiku?"
"Bukannya tidak percaya, Yang Mulia," sahut Herwin seraya mengelus dagu.
"Lalu?"
"Itu karena saya mengenal Anda dari kecil. Pemikiran Anda itu terlalu unik dan cukup licik," sambungnya.
Glek, wanita itu menelan air liurnya gugup. Kalau dia menambah kebohongan lagi, maka fiks bisa dipastikan detik berikutnya rencana yang telah ia susun akan terbongkar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaisar, Tolong Abaikan Saya! [END]
Fantasy[SUDAH TERBIT] [TIDAK TERSEDIA DI TOKO BUKU MANA PUN!] [PART LENGKAP!!] (Judul Alternatif di Fizzo : Male Lead, Please Ignore Me!) (Fantasy Series - Reinkarnasi #1) Aku adalah seorang pencinta buku terutama novel fantasi, oh jangan lupa juga penggem...