Bab 32 - Jatuh Sakit

37.5K 5.6K 622
                                    

Pesta tetap dilanjutkan tanpa kehadiran Kaisar dan Ratu, itu bukan masalah besar. Saat ini Catterina tengah diperiksa oleh dokter istana dengan Felix yang berada di sampingnya.

Pria itu tampak khawatir, terlihat dari raut wajahnya. Dia memantau kondisi wanita itu yang sedang terbaring dengan mata terpejam di atas kasur pria itu. Ya saat ini mereka berada di kamar Felix, dengan alasan istananya lebih dekat dengan ballroom pesta.

"Baginda, Yang Mulia Ratu tidak menderita penyakit parah. Beliau hanya kelelahan dan terkena demam saja," kata dokter istana dengan wajah tenang setelah memeriksa kondisi ratu.

"Benarkah? Coba periksa lebih teliti lagi. Adakah bagian lainnya yang sakit?" suruh Felix dengan keras kepala. Pasalnya ini sudah pengecekan ke-6 dari dokter terhadap kondisi Catterina.

"Baginda, dokter sudah memeriksa Yang Mulia Ratu sebanyak 6 kali. Diagnosa dokter istana tidak pernah salah," celetuk Jerome yang ikut meringankan beban dokter istana.

Terima kasih, Tuan Ivander. Telepati dokter istana seraya menatap Jerome dengan wajah cerah. Jerome hanya membalas dengan tersenyum kecil.

Felix menghela nafas lalu menyentuh kening istrinya. Panas sekali, pikir Felix.

"Saya akan segera menulis resep obat untuk menurunkan demam ratu dan vitamin untuk imun tubuhnya. Saya undur diri dulu, Baginda," ujar dokter istana kemudian pamit dan segera keluar dari ruangan tersebut.

Jerome juga pamit undur diri walau dia sebenarnya masih khawatir dan masih ingin tetap berada di samping wanita itu. Namun, pancaran sinar mata Felix seakan memberitahukan kepada dia untuk segera enyah dari hadapannya.

Cattie, kau tidak berubah dari dulu.

~~~

Beberapa hari kemudian~

Catterina berjuang melawan demamnya yang berlangsung selama 3 hari dan sialnya dia juga terkena pilek setelah sembuh dari demam. Dia merutuki tubuh lemah ini.

"Argh! Ini menyebalkan. Padahal aku jarang terkena pilek di dunia nyata. Imun tubuh ini lemah sekali," keluhnya sembari membuang lendir yang terus mengalir keluar dari hidungnya. Entah sudah berapa banyak tisu yang dia habiskan.

Di satu sisi dia juga lega tidak menggunakan sapu tangan, karena merasa kasihan dengan para pelayan cuci yang harus mencuci bekasnya. Dia tidak suka merepotkan orang lain.

Tisu sudah diproduksi dan beredar di masa ini, namun tidak diproduksi secara massal.

Hanya bangsawan yang bisa membelinya karena harganya yang mahal dan limited edition.

Tok, Tok, Tok.

"Yang Mulia Ratu, saya membawakan bubur ayam untuk Anda," sahut Marienne seraya mendorong troli makanan.

Jujur, Cattie bosan dengan menu makanannya. Karena sudah seminggu ini dia memakan bubur terus! Memakan makanan yang lain pun semuanya terasa hambar di indra pengecapnya karena pilek sialan ini.

"Iya. Taruh saja di situ. Nanti aku akan memakannya," katanya dengan suara tertahan karena rongga hidungnya sedang tersumbat.

Dia menatap tidak berselera saat Marienne membuka penutup makanan.

"Tidak boleh! Yang Mulia Ratu harus memakannya sekarang. Anda harus pulih kalau tidak Baginda Kaisar akan memarahi kami," desak Marienne dengan tegas dan segera menyuapi Catterina yang baru saja mau membuka mulut untuk membalas.

Kenapa para dayang yang harus dimarahi padahal aku yang sakit? Pikir Catterina bingung.

Dengan patuh dia memakan bubur sambil disuapi Marienne sampai habis. Walau dia ingin memprotes karena dia bukanlah anak kecil lagi, tetap saja dia tidak bisa menang melawan kepala dayangnya yang lebih garang daripada singa.

Kaisar, Tolong Abaikan Saya! [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang