Bab 5 - Aku Tidak Terima Penolakan

65.4K 8.9K 674
                                    

Ting, Ting.

Bunyi gesekan antara garpu dan pisau pada piring terdengar jelas di ruangan tersebut. Tidak ada percakapan yang terjadi. Hanya suara nafas dan bunyi berdentingan saja yang terdengar.

Catterina tidak bisa menelan dengan baik, bayangkan saja harus makan dengan elegan dan anggun didepan keluarga kekaisaran tetapi atmosfernya saat ini sangat mencekik. Entah makanan yang ditelan bisa dicerna dengan baik atau malah akan membuat perutnya sakit.

"Yang Mulia, apakah makanannya sesuai dengan selera Anda?" tanya Duke Venelst membuka percakapan. Mencoba membuat keadaan menjadi lebih hidup.

"Ya, tidak buruk."

Jawaban yang sangat acuh tak acuh, ingin rasanya Catterina merobek mulutnya itu dengan pisau daging yang sekarang ia pegang.

Apa menjawab lebih panjang akan membuat mulutnya membusuk, huh? batin Catterina geram.

Wajahnya memang tampan, Catterina mengakui itu. Rambut hitam yang pendek dengan surai tipis yang menutupi dahinya, mata merah menyala yang menatap orang dengan dingin dan angkuh, hidung yang mancung dan bibir merah yang menggoda.

Kalau dia berada di dunia nyata, pasti dia akan dikira melakukan operasi plastik berulang kali untuk mendapatkan wajah bak anime itu. Atau bisa saja kemungkinan dia akan dikejar-kejar oleh seorang penyuka sesama jenis karena parasnya yang bisa dibilang cantik juga? Catterina merasa kalah cantik seketika.

Catterina menggeleng-geleng kepalanya, otaknya sudah bertraveling kemana-mana. Dia tidak sadar diperhatikan oleh Felix sedari tadi.

"Nona Catterina, apa rasa makananmu tidak enak? Atau apa makananmu sudah menjadi dingin?" tanya Felix yang memandangi Catterina dengan lekat, kebetulan mereka duduk berdekatan.

Mungkin jika dijabarkan seperti ini, kursi tengah meja diperuntukkan untuk yang lebih berkuasa atau lebih tua biasanya yang menempati kursi ini adalah Duke Venelst, tetapi sekarang ditempati oleh Putra Mahkota Felix, kursi sebelah kanan sebenarnya tetap duduk Catterina dan sebelah kiri adalah Jessent. Untuk hari ini urutan aturan tempat duduk itu tidak penting, karena Duke Venelst, duduk dikursi Cattie dan Cattie duduk dikursi Jessent, sedangkan Jessent berada disebelah Duke Venelst.

Catterina berpikir, tumben dia bertanya dengan panjang? Padahal tadi menjawab cuma sekenanya saja.

Duke Venelst berdehem pelan, sebuah isyarat tuk menegur Catterina yang diam saja bukannya menjawab. Cattie yang peka pun mengetahui kode itu. Dia memandangi Felix sebentar dengan wajah datar lalu beralih ke makanannya lagi.

"Tidak, Yang Mulia. Masakan hari ini enak apalagi Anda juga menyukainya." Jawab Catterina dengan nada sopan dan lembut.

Lelaki itu menyunggingkan smirknya yang terkesan sangat menyebalkan bagi siapapun yang melihatnya,

"Aku tidak berkata kalau aku menyukainya, tuh."

"......"

Cattirina terdiam lagi dengan mimik muka kesal, ingin rasanya dia merobek mulut pria yang dipanggil putra mahkota itu. Tidak bisakah dia basa-basi sedikit saja? Benar-benar manusia yang kaku!

"Maafkan saya, Yang Mulia. Mungkin pendengaran saya mengalami gangguan akibat kemasukan air." Balas Catterina yang menggenggam erat pisau dan garpunya agar tidak terbang melayang dan menancap tepat dibibir manusia es itu.

Wajah lelaki itu kembali menjadi datar tidak menanggapi balasan dari Catterina, Alasan yang konyol, pikir Felix yang melanjutkan makannya.

"Ekhem, Maafkan putri saya, Yang Mulia. Sejak mengalami tragedi itu, pendengarannya agak sedikit terganggu, saya harap Anda memakluminya." Kata Duke Venelst mencoba mencairkan atmosfer yang pengap di ruang makan itu.

Kaisar, Tolong Abaikan Saya! [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang