Bab 21 - Pasar Malam

36.4K 5.4K 319
                                    

Sehabis makan malam, aku pamit kepada ayah untuk pergi menjelajahi pasar malam bersama Emily. Aku sangat bergembira bisa keluar setelah sekian lama.

Ketika suasana hatimu baik, pasti kalian akan bersenandung-ria tanpa peduli dengan sekitar, ya itu yang kulakukan sekarang. Begitu ramainya orang-orang yang datang menikmati festival pasar malam hari ini. Pasar malam saat festival Thanks Giving hanya dibuka selama 2 hari saja dan hari ini adalah hari pertama dibukanya pasar malam. Hari pertama pasti banyak promosi kan?

Sambil berjalan-jalan, jangan lupa kalau aku ini hobi ngemil jadi saat ini kedua tanganku penuh memegang masing-masing makanan ringan, tangan kiri memegang bakso tusuk dan tangan kanan memegang sate cumi.

Hohoho, aku sangat menyukai cumi. Karena di kehidupan nyataku, aku alergi seafood jadi tidak bisa memakan hidangan laut terkecuali beberapa jenis ikan. Huhuhu, itulah kenapa aku sangat menggilai cumi di sini.

"Nona, Anda tidak boleh ketahuan Tuan Duke memakan makanan pinggir jalan." Ujar Emily dengan ekspresi cemas.

"Kenapa tidak boleh ketahuan ayah?" Tanyaku bingung.

"Karena Anda bisa sakit perut. Makanan pinggir jalan belum tentu higienis, Nona."

Hmm.. Aku seperti sedang diomelin seperti waktu SD dulu. Rakyat biasa juga memakan makanan pinggir jalan tapi mereka sehat-sehat saja, tuh.

Memang kuakui, perut bangsawan itu cukup sensitif. Perutku di dunia nyata juga cukup sensitif tapi berbeda dengan perut Catterina. Perut Catterina aman-aman saja mengonsumsi apa pun itu.

"Tenang saja. Perutku aman." Kataku sambil menepuk ringan perutku.

Biasakan perutmu dengan makanan asing, tidak hanya dengan makanan itu itu saja. Makanan yang jatuh sebelum 5 detik pasti akan kuambil lagi dan kumakan tanpa ketahuan orang lain. Hayo ngaku kalian juga begitu kan? Tidak apa-apa, sayang dan jorok itu tidak sama kok. Eits~ bukan berarti aku mengajari kalian untuk hidup jorok ya. Ini hanya sekadar perumpamaan saja.

Tuk, seseorang menyenggol bahuku dengan kencang hingga membuatku terdorong ke depan beberapa langkah. Untung saja aku tidak jatuh.

"Nona! Anda tidak apa-apa?" Emily dengan sigap memegang lenganku.

Aku langsung memegang bahuku dan meringis pelan. Sial, ini lebih sakit daripada saat kita nabrak tembok rumah. Ish! Jalan tu pakai mata! Eh, jalan pakai mata apa kaki ya? Ah sama saja deh!

"Woi!" teriakku begitu melihat pelaku yang menabrakku pergi begitu saja tanpa sepatah kata, permintaan maaf saja tidak diucapkan. Masih ada ya orang kayak gini di dunia!

"Jangan pergi kau!" Untungnya aku memakai gaun biasa sepanjang lututku dan cukup ringan. Jadi aku bisa berlari dengan leluasa, tidak perlu susah-susah mengangkatnya seperti Cinderella.

"NONA!!" teriakan dari Emily tidak kudengar lagi, aku sibuk mengikuti orang itu. Aku tidak terima diperlakukan begitu.

Kerumunan yang padat membuat tubuhku sesekali bertubrukan dengan orang-orang. Kenapa jalannya cepat sekali sih? Kakiku yang pendek, ayo dong bekerja dengan ekstra.

Aku terus mengikuti orang itu, untung saja pasar malam ini cukup terang jadi aku masih bisa melihat siluet pelaku tadi. Dia memakai tudung dan jubah hitam. Jangan-jangan dia si pria penyuka telur itu lagi?

Tanpa terasa aku sampai di sebuah persimpangan. Aku baru sadar telah kehilangan jejak orang itu dan berita lebih buruknya lagi yaitu...

"MAMPUS, AKU TERSESAT!!" Di sini sepi sekali berbeda dengan jalanan yang barusan aku lewati. Ada 2 gang kanan kiri yang tampak gelap, mengerikan sekali kalau ada yang muncul dari sana. Seperti monster atau badut? Hiih.. aku tidak mau membayangkannya.

Kaisar, Tolong Abaikan Saya! [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang