Bab 4 - Suara Yang Familiar

66.5K 9.7K 664
                                    

Sudah 9 bulan berlalu sejak aku belajar seni bela diri. Gerakan dan posturku sudah cukup terlatih walau tidak semahir para ksatria yang sudah berlatih bertahun-tahun tentunya.

Nick memperhatikan ayunan pedang dari Catterina dengan teliti dan serius, menilai postur tubuhnya yang sudah semakin bagus dari waktu ke waktu.

"Nona, Anda sudah mengalami banyak perkembangan dalam waktu singkat ini. Saya sebagai guru Anda merasa terharu dan bangga melihat kegigihan nona dalam belajar." Nick memuji Catterina dengan tulus dan bangga.

"Ehehe.. Begitukah, guru?" cengirku dengan malu.

"Tentu saja, Nona Cattie! Kapan-kapan kita harus berduel untuk menentukan siapa yang lebih hebat kita." Sahut pria muda berambut cokelat yang mirip dengan Nick Brighten dengan semangat membara.

Nick segera menjitak kepala putra tunggalnya itu, "Kamu tidak sopan memanggil nama nona begitu, Herwin!"

"Tapi kami berdua sudah cukup dekat, ayah." gerutu Herwin cemberut.

Well, Sejujurnya aku tidak masalah dengan panggilan akrab itu sih.

"Guru, tidak apa-apa. Aku tidak masalah kalian mau memanggilku dengan Catterina atau Cattie." balasku dengan tersenyum. "Herwin Brighten, aku menerima tantanganmu." aku menepuk pundaknya dengan keras.

"Nona, Anda sungguh rendah hati."

"Ahaha, Terima kasih atas pujiannya."

~~

Setelah jam makan siang, aku bermalas-malasan didalam kamarku. Aku ingin tidur siang sebentar tapi aku takut gendut juga. Sehabis makan lalu tidur, itukan yang biasa para babi lakukan. Tapi memang ya gejala kekenyangan itu selalu saja merupakan kantuk, sudah kayak minum obat aja. Sudahlah tidur sebentar saja.

Aku memejamkan mataku perlahan dan dunia mimpi mulai menyambutku dengan hangat.

"..na"

"Nonaaa.." samar-samar kudengar suara seseorang memanggilku. Aku tidak menghiraukannya, mataku masih nyaman terpenjam erat. Ya, mari tidur sebentar lagi.

"Nona!!" kali ini sebuah teriakan kencang terdengar tepat ditelingaku, akh! berisik sekali sih, aku kan baru saja memejamkan mata sebentar.

"Apa?!" balasku yang tak kalah garang. Aku langsung bangun dan duduk dengan mengerutkan alisku.

"Maafkan saya, Nona. Tapi ini penting. Tuan Duke akan segera pulang dan beliau mengirim surat pemberitahuan bahwa akan ada tamu agung dan terhormat yang datang bersama beliau." Jelas Emily yang sibuk mempersiapkan gaun untuk aku pakai nanti.

Aku mengucek-ngucek mataku dan menguap beberapa kali. "Hoaam... Aku masih mengantuk, Emily. Bisakah aku tidur sebentar lagi? 10 menit—ah bukan, 5 menit saja." Pintaku yang masih terus menguap, mataku sampai mengeluarkan air mata.

Emily memandangku dengan tatapan galak, seperti wajah seorang ibu yang kesal karena berkali-kali membangunkan anaknya yang pemalas. "Tidak bisa, Nona! Tuan Duke akan segera sampai dan Anda sudah tidur selama 2 jam lamanya!" katanya dengan menjaga nada bicara untuk tidak meninggi.

Aku terkejut, aku tidur selama 2 jam? Waah, kenapa aku merasa hanya tidur selama 15 menit ya?

"Yah, yah. Baiklah, Emily. Aku sudah bangun. Kau mirip dengan ibuku dulu, suka mengoceh." Aku lantas berdiri dan meregangkan badan.

"Ibu nona yang dulu? Tapi kan nona masih kecil pada saat itu, bagaimana nona bisa mengingatnya?" tanya Emily heran, dan aku baru sadar dengan apa yang kuucapkan.

"Ahaha.. Sepertinya karena baru bangun tidur aku jadi melantur deh. Ayo kita siap-siap sebelum ayah pulang." Elakku dengan tertawa canggung dan segera mendorong Emily ke kamar mandi agar aku bisa mandi dan menghilangkan wajah bantalku ini.

Kaisar, Tolong Abaikan Saya! [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang