Bab 48 - Terus Menyangkal

29.3K 4.9K 1.4K
                                    

Aku hanya bisa terdiam membiarkan dia memelukku tanpa aku membalasnya. Aku tidak ingin memberikan sebuah harapan palsu yang bahkan hatiku masih dilema memikirkannya.

Pasti kalian merasa marah padaku tapi itu benar. Aku pantas dibenci karena telah membuat anak orang jatuh hati tanpa bertanggung-jawab. Aku dari awal tidak berniat membuat Felix mencintaiku.

"Ini sudah lewat 30 menit, Baginda. Lebih baik kita kembali ke kamar masing-masing," ucapku seraya melepaskan diri dari dekapannya. Kali ini dengan mudah terlepas.

Felix tidak menjawab, bibirnya terkatup dengan rapat. Seolah-olah ada sebuah gembok yang menguncinya. Dengan sorot mata kecewa, dia berjalan mendahuluiku tanpa berbicara sepatah kata pun.

"Maafkan aku." Aku memandang punggung tegapnya yang berlalu dari hadapanku dengan rasa bersalah.

Tunggu aku memastikan perasaanku sendiri dengan benar. Tidak lucu kan apabila aku sudah terlanjur menyukainya, namun pada akhirnya pria itu tetap akan kembali ke jalur novel dan mencintai protagonis wanita.

"Dewi Gaea, aku harus bagaimana?" gumamku lelah.

~~~

Kegiatan kami selama 3 hari di kuil berjalan lancar. Berdoa, berkunjung ke desa terdekat, dan berbaur dengan para rakyat. Berkat jadwal yang padat, aku dapat melupakan kegelisahanku sejenak. Namun, itu tidak berlangsung lama. Dulu saat ujian semester pun aku tidak pernah segelisah ini!

Felix, pria itu terus memasang raut wajah dingin dan irit berbicara seperti kembali ke masa pertama kali kami bertemu. Kami hanya berbicara apabila bersinggungan dengan jadwal acara saja. Biasanya dia suka berbasa-basi panjang lebar, namun kali ini dia selalu mengakhiri perbincangan dengan tegas. Sebenarnya ini bagus tapi tetap saja aku merasa ada yang hilang.

Argh! Apakah perasaan manusia memang serumit ini? Sepertinya aku memang sudah terlanjur jatuh hati pada pria itu.

Baiklah, aku mengakui kalau aku juga mempunyai perasaan yang sama. Ini pertama kalinya aku merasakan perasaan mendebarkan nan menyakitkan ini.

"Apakah ini namanya 'cinta' huh?"

Aku menutupi wajahku dengan kedua tangan sembari bergumam, "Aku harus bagaimana?"

Jujur, aku frustrasi!

~~~

Beberapa Hari Kemudian~

Rumah Kaca Ratu, Paviliun Bulan

Rumah kaca yang rindang berisikan berbagai flora di dalamnya. Tempat yang cocok untuk bersantai seraya menikmati waktu minum teh dengan tenang.

"Yang Mulia, terima kasih sudah menerima undangan saya," ucap Jerome riang.

Aku menggoyangkan cangkir tehku sambil tersenyum kepadanya. "Tidak perlu berterima kasih. Kebetulan kau bilang ingin menyampaikan sesuatu yang penting, tentu saja aku tidak bisa menolaknya," balasku lalu menyesap teh pepermint kesukaanku.

"Yang Mulia, saya akan langsung ke intinya. Bagaimana kalau saya sarankan Anda menambah dayang pribadi lagi? Saya mempunyai rekomendasi yaitu putri dari Count Untary," kata Jerome seraya meniup pelan teh panasnya.

"Maksudmu, Lidya Alene Untary?" Wah, pria ini juga mengenal Lidya?

Jerome menyunggingkan seringai miringnya dan berkata, "Iya, tentu saja. Siapa lagi kalau bukan gadis polos dan periang itu."

"Kenapa kau tahu soal Lidya? Kau stalker?" tanyaku curiga.

"Stalker? Apa itu? Sebuah julukan?"

Kaisar, Tolong Abaikan Saya! [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang