Aku tidak yakin kalau aku salah dengar, karena belum selesai ucapannya, dia sudah ditinju oleh pria penyuka kue telur itu tepat di bagian tengah perutnya. Uh itu pasti sakit. Untung bukan di ulu hati.
"Ehem Ehem.... Sepertinya ada sesuatu yang tersangkut di tenggorokan saya. Permisi, Nona. Saya akan membawa wanita ini."
"Bisakah aku mempercayai wanita ini pada kalian, huh?" tanyaku penuh kecurigaan. Siapa tahu mereka anggota organisasi yang tak kalah jahat dari preman berengsek tadi.
"Ya? Tentu saja Anda bisa memercayai kami, Nona." Pria yang dipanggil Nox menjawab dengan sedikit kebingungan.
"Aku masih tidak percaya." Aku menyipitkan mataku sebagai kode meragukan mereka berdua.
Pria penyuka kue telur itu menghela nafas berat, "Dengar, Nona penyuka kue telur. Kami sedang melakukan investigasi terkait perdagangan manusia yang korbannya kebanyakan wanita dan anak-anak, ya laki-laki juga tidak lepas dari target mereka sih. Atas perintah rahasia dari Putra Mahkota, kami ditugaskan menyelidikinya. Jika kau tidak percaya...." jelasnya seraya mengeluarkan sesuatu dari sakunya.
Dia memperlihatkan medali perunggu dengan lambang serigala dan kedua pedang di sisinya. Aku mengambil medali itu, melihatnya, merabanya, dan mencoba membengkokkannya tuk memastikan keasliannya. Aku tidak mungkin menggigitnya, itu akan dianggap sebagai penghinaan.
Tidak bengkok. Ini asli! Itu perunggu asli dan memang lambang Putra Mahkota. Ternyata benar.
Aku mengembalikan medali itu, "Baiklah. Saya percaya pada kalian. Tolong jaga dia," ucapku melepaskan pelukan dengan lembut agar tidak membangunkannya dan Nox segera mengangkatnya.
Aku lalu berdiri, "Terima kasih atas pertolongan Anda, tuan," ucapku dengan sopan karena menyadari dia orangnya si manusia es itu, Felix.
"Wah, kau tiba-tiba berbicara formal ya," katanya yang terdengar seperti sebuah ejekan. Aku melemparkan senyum cantikku padanya sebagai balasan.
Hmm, aku harus kembali sekarang. Tapi aku kan tidak hafal jalannya.
Harusnya aku membawa Herwin tadi atau tidak mengabaikan Emily yang memanggilku. Entah sudah berapa jam berlalu sekarang.
"Kau tidak mau pulang?" tanyanya yang masih setia berdiri di depanku.
"Tentu saja saya mau," jawabku cepat.
"Lalu? Kenapa masih di sini?"
Erhh... Tuan, kau sungguh tidak peka ya.
Aku menundukkan kepalaku dan memainkan jari jemariku, "Saya.... tersesat," cicitku yang tidak tahu kedengaran olehnya atau tidak.
"Apa?" Pria itu menatapku tidak percaya, "Kau buta arah?"
Sontak aku memandanginya, "Bagaimana Anda tahu kalau saya buta arah?" tanyaku polos.
Pria itu menepuk jidatnya tidak menjawab pertanyaanku dan menghela nafas dengan kasar, "Lalu kenapa kau berani datang ke tempat gelap seperti ini tanpa pengawal ataupun pelayan, huh? Cari mati?" Omelnya yang membuatku mengerjapkan mata tidak percaya.
Hello, kau siapa beraninya mengomeliku? Tapi ya ini memang salahku juga sih. Yasudahlah apa boleh buat, dengerin saja.
"Tadi saya mengejar orang sialan yang menabrak bahu saya tanpa meminta maaf dan berakhirlah saya di sini, bersama Anda sekarang. Lagipula siapa juga yang mau cari mati sih," balasku ketus.
Ah, ternyata aku menabraknya tadi. Batin pria itu.
"Aku tidak tahu kalau nona bangsawan sepertimu suka mengumpat. Tadi yang menabrakmu itu aku. Maafkan aku karena aku lagi terburu-buru tadi," ucapnya mengakui perbuatannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaisar, Tolong Abaikan Saya! [END]
Fantasy[SUDAH TERBIT] [TIDAK TERSEDIA DI TOKO BUKU MANA PUN!] [PART LENGKAP!!] (Judul Alternatif di Fizzo : Male Lead, Please Ignore Me!) (Fantasy Series - Reinkarnasi #1) Aku adalah seorang pencinta buku terutama novel fantasi, oh jangan lupa juga penggem...