LSK 3.8 Mama bilang kita rumah

181 35 83
                                    

Dan pada akhirnya, hanya akuyang patut disalahkan atas semuamasalah yang terjadi saat ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dan pada akhirnya, hanya aku
yang patut disalahkan atas semua
masalah yang terjadi saat ini.
Melihat bagaimana caranya putriku
menangis bahkan terisak di dalam
kesendirian serta keterpurukan karena
kehancuran keluarganya sendiri.

-Kamila Nawarsa

🍂

Nina baru saja bangun dari tidurnya yang sangat singkat setelah mendapat sebuah telepon dari seorang laki-laki di seberang sana. Maraka yang selalu dengan tawa khasnya saat ini sedang menggoda Nina. "Asik, jalan berdua nih."

"Naon sih?" Merasa nyawanya belum terkumpul seluruhnya, Nina hanya dapat merespon seperti itu saja. Hendak melanjutkan tidurnya yang sempat tertunda. "Kamu," kata Maraka di seberang sana.

"Aku kenapa?"

"Ish!" Maraka berdecak pelan lalu menarik napas panjang di sana. Memaklumi saudara sepupunya yang pagi ini sedikit lemot. Bukan salah Nina sepenuhnya sebab ialah yang mengganggu waktu tidur Nina. "Semalem jalan berdua sama Haidar, kan? Gimana seru teu?" tanya Maraka dengan gamblang. Membuat Nina menganggukkan kepala pelan.

"Seru, Haidar asik orangnya."

"Nggak ada niatan ingin kembali buka hati lagi?" Mendapat pertanyaan seperti itu dari Maraka dengan cepat Nina kembali membuka matanya lebar-lebar. "Ngomong apa sih kamu?" tanyanya pura-pura tidak mengerti.

"Kala..." panggil Maraka pelan. Bahkan sempat ada jeda di antara bicaranya. Sedang Nina memilih untuk mengabaikan panggilan suara Maraka dan menutup bibirnya rapat.

"Kamu masih ada perasaan takut buat berhubungan deket dengan laki-laki?" Akhirnya Maraka meloloskan kalimat pertanyaan yang sejak tadi tertahan di kerongkongan. Membuat Nina meremat keras selimut yang masih menutupi setengah badannya. Lalu hendak bangkit keluar kamar.

"Nggak," jawabnya santai. Berusaha tenang seperti biasanya.

"You can lie to everyone but not me."

Nina menghela napas pelan saat mendengar kalimat yang dilontarkan Maraka. Mengapa rasanya seluruh tebakan yang diucapkan oleh sepupunya itu selalu benar sih? Merasa ada seseorang yang berada di luar rumah membuat Nina berjalan dengan langkah cepat dan mengabaikan sambungan telepon Maraka yang saat ini masih terus meminta penjelasan.

"Kala—"

"Teleponnya aku matiin dulu ya? Ada Mama di depan rumah."

Hanya seperti itu saja, kalimat yang hendak dilontarkan Maraka terpotong oleh Nina. Tanpa ada salam atau basa-basi sambungan itu telah terputus.

Nina berjalan dengan langkah pelan mendekati pintu utama yang sedikit terbuka. Gadis itu mengintip lewat celah pintu. Melihat ada Kamila yang sedang menyiram tanaman, tidak seperti biasanya membuat ia mengerut kening bingung.

Lencana SKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang