LSK 2.7 Makan bersama

220 67 56
                                    

Rasanya sudah lama sekali,tidak melihat pantulan diri anak sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rasanya sudah lama sekali,
tidak melihat pantulan diri anak
sendiri. Aku tak berani mendekat,
hanya dapat melihat bayangannya
dari jauh. Karena aku terlalu
penakut untuk mengingat masa lalu.

-Kamila Nawarsa

🍂

Raden dan Nara saling melemparkan pandangan bingung, melihat Haidar yang sepanjang kelas mata pelajaran wajib hanya menutup mulut. Seperti orang yang sedang melakukan aksi mogok bicara.

"Temen maneh kenapa lagi sih, Den?" tanya Nara frustasi sembari berbisik. Mengingat belakangan ini Haidar seringkali terlihat murung, galau, atau kadang kala berubah menjadi seseorang yang sensian—persis seperti wanita yang sedang dalam mode ngambek.

"Aku nggak tau, tapi dari tadi pas pertama masuk kelas mukanya memang kusut banget, Na. Kayak semua beban hidup mahasiswa ada di pundak dia," balas Raden sembari menggidikkan bahu bingung.

Perlu diketahui Raden Abimas adalah salah satu teman Haidar, Juna serta Nara sejak jaman SMP. Ke-empatnya sempat berpisah karena Raden yang kala itu memang asli keturunan Yogyakarta harus kembali pulang ke kota asalnya. Namun ke-empatnya kembali di pertemukan saat menjadi mahasiswa di kampus yang berada di Bandung ini.

"Tanya atuh," titah Nara yang tentu langsung ditolak mentah-mentah oleh Raden. Pemuda berbibir tebal itu sedikit meringis kala kakinya di injak dengan sengaja oleh Nara.

"Nanti aja lah Na, kamu nggak liat ke depan? Dari tadi kita udah sinisin aja sama tuh gundul," bisik Raden sembari menundukkan kepalanya ke arah bawah karena merasa sedang diperhatikan dosen di depan sana. Sedang Nara hanya menampakkan senyum lebar seperti tidak bersalah ke arah dosen tersebut.

Berlainan dengan kedua temannya yang menundukkan kepala karena takut diperhatikan dosen, Haidar justru menegakkan kepala dengan pandangan mata lurus ke depan. Yang tentu saja kosong, ia masih merasa malu atas dirinya sendiri. Selama ini ia sudah berprasangka buruk terhadap Maraka dan juga Nina yang selalu berdua saja.

Netra Haidar bersirobok dengan pantulan sinar lampu ruangan yang langsung jatuh tepat di atas kepala dosen mata pelajaran wajib akutansi di kelasnya itu. Merasa risih karena kepala bapak tua tersebut tidak memiliki rambut di bagian tengah, Haidar berdecak pelan. "Kapan selesainya sih ini?" tanyanya kepada diri sendiri.

Tidak menunggu waktu lama, sepuluh menit kemudian dosen tersebut sudah keluar dari kelasnya. Membuat Haidar dan beberapa pasang mahasiswa lainnya ikut mendesah napas lega.

Nara serta Raden yang pada saat itu tidak langsung membereskan peralatan tulisnya melainkan memilih untuk mendatangi serta melingkari Haidar. Ditambah kehadiran Juna—si tampan dari Fakultas elektro yang melenggang masuk ke dalam kelas akutansi.

"Kenapa?" tanya Juna bingung pada Raden. Yang dibalas dengan gidikan bahu sebagai tanda tidak tahu oleh pemuda itu. "Nggak tau, ini baru mau ditanya," katanya.

Lencana SKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang