LSK 5.5 Dering Telepon

59 18 2
                                    

Sering kali kita terperangkap oleh penyesalan masa lalu dan mencemaskan masa yang akan datang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sering kali kita terperangkap oleh penyesalan masa lalu dan mencemaskan masa yang akan datang. Layaknya saat ini, banyak hal yang sulit dimengerti. Dan mungkin, disaat kamu menyadarinya, sesuatu itu telah berubah menjadi penyesalan, sehingga akan sulit membuatnya kembali utuh.

-Kamila Nawarsa

🍂

"Naya, kamu kangen Papa?"

"Kenapa tanya begitu?"

"... nggak apa-apa. Nggak usah di jawab, teteh cuman iseng nanya. Sok atuh lanjutin belajarnya, teteh mau siapin makan malem. Dan satu lagi... katanya Mama nggak pulang malem ini, lagi lembur."

Ingatan Naya kembali berputar tentang percakapannya bersama sang kakak malam tadi. Nina yang tidak biasa-biasanya melemparkan pertanyaan seperti itu. Apalagi ini mengenai ayah mereka. Membiarkan elusan telapak tangan hangat hinggap di punggung, gadis itu menarik napas pelan dan berusaha menolehkan kepala ke arah samping. Menatap netra teduh milik Maraka yang sedang berusaha melempar senyum kepadanya. "What's wrong? Any problem?" tanyanya lembut.

"Hmm... Kak—"

"Ya?"

"Salah nggak sih kalo seorang anak rindu sama ayahnya?"

Terdiam dengan napas memburu, Maraka jelas sangat tahu kemana arah pembicaraan ini. Berusaha mencari akal sehat pikiran, pemuda tampan itu membuang asal arah pandangan dan lebih memilih menatap hilir mudik para pasien bersama suster di lorong tersebut. Ya, benar sekali. Bahwa mereka saat ini sedang berada di rumah sakit. Ingatkan para pembaca bahwa Naya memiliki satu janji dengan Psikiater yang kerap di panggil Om Darwin. Melakukan kontroling seminggu sekali hanya demi mengecek kesehatan mental gadis cantik itu. Semua janji telah di atur sedemikian rupa atas bantuan ayah Maraka.

"Nggak salah, nggak ada yang bilang kalo ada seorang anak rindu sama ayahnya itu salah. Kenapa? Kamu rindu Papa?"

Helaan napas berat terdengar. Sepertinya juga Maraka tahu bahwa kegiatan yang sedang Naya lakukan merupakan sebuah bentuk respon jawaban.

"Sudah pernah coba hubungin Papa?"

"How? Aku aja bahkan berlari menjauh waktu ketemu sama dia di lorong sekolah saat nganterin anaknya."

Serba salah.

Memang tema serta permasalahan kali ini semuanya berasal dari pihak ayah. Kalan yang melepaskan tanggung jawabnya beberapa tahun lalu dan memilih untuk meninggalkan keluarga kecilnya berhasil membuat semuanya menjadi kacau balau. "Tapi... kamu ada niat mau hubungin Papa?"

"Aku takut."

"Apa yang di takutin, Naya?"

"Aku takut respon yang di keluarin Papa nggak seperti apa yang aku harapin, Kak."

Lencana SKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang