LSK 1.8 Pesan ditengah malam

299 115 11
                                    

Ada jiwa yang merontatuk meninggalkan raga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ada jiwa yang meronta
tuk meninggalkan raga.
Dalam jiwa yang berjuang
tuk menghilang.
Ada rasa yang meminta
tuk tetap bertahan.
Dalam rasa yang menolak
tuk menghilang.
Dan terakhir, ada harap
yang tak ingin diabadikan.

-Karenina Kalandra

🍂

Nina merebahkan tubuhnya di atas kasur besar yang ada. Menatap langit-langit kamar dengan sendu. Tak lama kemudian Nina menghembuskan napas pelan. Merasakan begah di dalam perut sebab ia makan dengan terburu-buru saat tadi.

Mengingat kilas balik saat ia ingin menjawab pernyataan yang dilontarkan oleh Naya—adiknya. Sungguh demi Tuhan, rasa sesak hingga denyut nyeri kembali menghantam dada Nina. Naya yang selama ini selalu terlihat tegar, tidak pernah membicarakan perihal keluarga dihadapan Nina terlihat sedang menahan tangisnya.

"Nay—"

"Nina?!"

Kedua gadis itu menoleh ke arah sumber suara. Melihat Haidar yang tengah berdiri dengan tangan sengaja dimasukkan ke saku. Melambaikan tangan seolah-olah memang akrab dan sudah berteman lama. Yang Juna lakukan adalah melempar senyum lebar melihat keberadaan teman dari kekasihnya.

"Mau beli nasi goreng juga?" tanya Haidar begitu Nina dan Naya berada tepat dihadapan mereka berdua. Nina mengangguk pelan dengan senyum tipis seperti biasanya. "Iya, Dar." Berbeda dengan Naya yang kembali menampakkan wajah cerianya.

Menyapa Juna sebab ia kenal dekat dengan kekasih dari sahabat Nina. "Pacarnya teh Rui makin ganteng aja," goda Naya, membuat Juna terkekeh pelan dengan semburat merah di wajahnya.

"Eh, ini adek kamu, Nin?" tanya Haidar sembari menunjuk Naya. Nina kembali mengangguk dan menatap sekilas Naya. Mata mereka sempat bersirobok untuk waktu yang lama sebelum Naya duluanlah yang memutuskan kontak mata itu.

"Iya, aku adeknya teh Nina...panggilnya apa?" tanya Naya pelan. Gadis itu yang terlihat bingung ingin memanggil Haidar dengan sebutan apa. Paham bahwa Naya sedikit kebingungan, Haidar tersenyum lebar. "Panggil kakak aja," ujarnya.

Bahkan saat di perjalanan pulang pun hanya di isi oleh cerita dan celotehan kedua laki-laki perjaka itu, yaitu Haidar dan Juna. Haidar yang menawarkan bahkan memaksa Nina serta Naya untuk diantarkan pulang sebab malam semakin larut.

"Makasih ya Kak Haidar sama Kak Juna, aku sama Teteh masuk ke dalem dulu," pamit Naya duluan dan segera melenggang masuk tanpa menunggu Nina.

"Makasih ya, Dar. Makasih juga ya, Jun. Aku masuk ke dalem dulu, hati-hati di jalan," ujar Nina sebelum mengikuti langkah Naya untuk masuk ke dalam. Melihat pintu kamar adiknya yang sudah tertutup rapat membuat Nina hanya dapat menghela napas pelan. Sepertinya Naya kembali menghindari Nina lagi.

Lencana SKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang