LSK 3.2 Dirga dan asupan semangat

200 49 39
                                    

Kita adalah apa yang kita
pikirkan. Bukan apa yang
mereka pikirkan. Kita adalah apa
yang kita inginkan. Bukan apa yang
mereka inginkan. Tak usah berhenti
melangkah, jatuh dan terluka itu hal
yang biasa. Semua akan menang
pada waktunya.

-Dirgahayu ft. Fiersa Besari

🍂

Samudera masih asik memperhatikan Naya yang terlihat larut di dalam kegiatan membaca buku novelnya. Gadis itu yang duduk tepat di belakang bangku milik Samudera membuat pemuda itu lebih mudah untuk mengawasi segala kegiatan yang dilakukan oleh Naya. Samudera menahan getaran bibirnya untuk tidak tersenyum lebar saat melihat wajah Naya.

Dengan alis yang menukik tajam, bibir ranum mengerucut lucu juga fokus mata yang tidak teralihkan sama sekali. Membuat dirinya hampir saja menyemburkan tawa jika saja Naya tidak memergoki kegiatan yang sedang dilakukan oleh Samudera.

"Jangan liatin aku terus," ucap Naya dengan fokus mata yang masih berada di tempat yang sama. Mendengar hal itu sontak membuat Samudera hampir tersedak oleh napas sendiri. Secapat kilat ia merubah ekspresi air mukanya dan memutar badan untuk dapat melihat wajah Naya seutuhnya. "Aku nggak liatin kamu kok, Nay!" elaknya.

"Terserah. Mau liatin juga nggak apa-apa kok."

"Beneran, Nay."

"Iya, percaya..." Dengan sengaja Naya memainkan nada suaranya. Membuat Samudera jengkel dan berusaha menarik napas panjang untuk meluapkan emosinya yang tertahan.

"Semua tugasnya udah dikerjain?" Samudera mencoba mencari topik pembicaraan lain.

"Udah," jawab Naya.

"Catatan minggu depan di kumpul sebelum kita PAS." Mendengar pernyataan yang baru saja dilontarkan oleh Samudera sepertinya berhasil menarik perhatian Naya. Gadis itu yang saat ini sedang menampakkan wajah keterkejutannya. "Aku belum!" pekik Naya.

"Mau pinjem?" tanya Samudera yang dibalas dengan anggukan lemah Naya. "Memangnya boleh?"

"Boleh, dong. Tapi nggak gratis, Nay."

"Astagfirullah, Sam..." Naya yang setelah mendengar kata tidak gratis dari bibir Samudera segera memijat pangkal hidungnya pelan. "Kamu itu berasal dari keluarga berkecukupan loh. Masa masih mau minta duit sama aku?"

Samudera tertawa kencang mendengar penuturan Naya. "Bukan itu, Nay!"

"Terus apa?"

"Belajarnya pindah di rumah kamu."

Hening.

Entah Samudera yang telah salah bicara atau Naya yang tidak mendengar kalimat itu terlontar bebas dari bibir tipis Samudera. Membiarkan suara bising dari para siswa-siswi yang berlalu-lalang di sekitar mereka. Juga ditambah dengan bunyi lonceng sebagai tanda kelas sebentar lagi akan dimulai kembali.

"Nggak bisa." Hanya respon itu saja yang keluar dari bilah bibir Naya.

"Kenapa?" tanya Samudera dengan polosnya.

"Ada Teteh, sama Mama aku," jawab Naya sekenanya.

"Papa kamu?"

Sepertinya Samudera terlalu bodoh. Naya yang saat ini terlihat sedang mengepalkan tangan kuat. Tenggorokannya terasa tercekat hanya untuk menjawab pertanyaan mudah yang dilontarkan oleh Samudera. "Ada, tapi dulu." Sekarang dia sibuk sama keluarga barunya, tambah Naya di dalam hati.

Lencana SKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang