LSK 3.3 Memaknai sebuah kata 'Kehilangan'

181 45 47
                                    

Kadang kala kita harus merasakan sebuah kehilangan supayabisa menghargai sebuah kehadiran

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kadang kala kita harus
merasakan sebuah kehilangan supaya
bisa menghargai sebuah kehadiran.

-Jeffryan Maheswara

🍂

Nina merenggangkan tubuhnya yang terasa pegal sebab selama dua jam lamanya ia menulis dengan keadaan membungkuk. Rutinitas Nina selama akhir pekan—membantu Naya untuk mengerjakan tugas adiknya tersebut. Mengetahui bahwa Naya yang beberapa bulan belakangan ini sering bolos pelajaran kadang kala membuat Nina hanya dapat menghela napas pelan tanpa enggan menceramahi adiknya secara panjang lebar.

"Naya, kamu udah dewasa. Apa perlu teteh ceramahin kamu karena sering bolos pelajaran sekolah? Sekali aja... tolong jangan ulangin hal kayak begini lagi."

Suara gemuruh yang sejak beberapa menit lalu saling bersautan membuat Naya hampir saja memekik sebab terkejut. Hujan yang hendak turun malam ini membuat siapapun pasti enggan untuk ke luar rumah. Memilih untuk menyudahi pekerjaannya sebentar. Gadis cantik itu memandang saudaranya dengan canggung. "Teh, aku... ke bawah sebentar. Mau ambil snack." Hanya seperti itu saja bentuk percakapan singkat atau bisa dikatakan basa-basi yang belum lama ini terjadi.

Nina sedikit memahami. Mengingat perkataan Rui beberapa minggu lalu. Mungkin Naya memiliki suatu problem yang tidak bisa atau belum bisa diceritakan kepada dirinya dalam waktu dekat ini. Nina menggelengkan kepalanya pelan, berusaha menghentikan pikiran negative akan Naya. Memilih untuk membuka gawai dan berselancar di dalam dunia maya.

Belum ada 1 menit Nina memegang benda pipih persegi panjang itu. Sebuah dering panggilan masuk. Hal yang membuat Nina mengerutkan kening bingung adalah karena melihat kontak nama Haidar yang tertera di sana.

Haidar is calling...

"Halo, Dar?" Nina yang saat itu langsung menyapa. Sempat ingin mematikan sambungan telepon itu sebab tidak mendapatkan balasan suara. Hanya terdengar suara berisik di ujung sana. Seperti bentuk suara pertikaian.

"Tuh kan, di angkat. Kumaha ieu?" bisik Haidar frustasi memandang teman-temannya. Nara mengangkat bahu acuh. "Jawab atuh, masa mau di diemin aja Ninanya," kata Nara santai. Haidar menarik napas panjang dan menyugar rambutnya dengan kasar, melihat Juna dengan tatapan putus asa. "Ngomong sana, keburu di matiin," titah Juna sembari terkekeh pelan.

Sedang Leo dan Jillian yang selalu setia menjadi penonton bayaran hanya dapat saling tertawa tanpa ada niatan ingin membantu. Nina masih menunggu di ujung sambungan, seakan memberi waktu Haidar dan teman-temannya untuk menyelesaikan pembicaraan.

"Eh? Halo, Nin. Kenapa?" Mendengar sapaan sekaligus pertanyaan dalam satu kalimat yang dilontarkan oleh Haidar membuat Nina mengernyit kening dalam. "Hah?" hanya satu kata itu yang keluar dari bilah bibir Nina. Naya yang kebetulan baru saja kembali dari bawah bertanya dengan suara pelan. "Siapa?" tanyanya kepo.

Lencana SKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang