Dan di antara ribuan manusia, sepertinya aku adalah orang yang paling beruntung di dunia ini karena telah mengenalnya. Dia, seorang ibu tunggal yang memiliki jiwa malaikat tanpa sayap yang sebenarnya.
-Karenina Kalandra
🍂
Hari ini Nina tidak ada jadwal mata kuliah di kampusnya, tetapi gadis itu memaksa untuk datang dan berdiam diri di sana sampai siang hari. Bukan tanpa alasan pula gadis itu melakukannya. Layaknya cuaca kota Bandung saat ini, tak menentu. Hati Nina pun begitu. Selalu di rundung rasa sedih, kesal bahkan kecewa sampai detik ini.
Buku tebal yang berisi pasal-pasal di hadapan wajahnya terbuka begitu saja tanpa mau di baca. Tergeletak sempurna di atas meja perpustakaan. Hanya deru napas berat yang sejak tadi setia Rui dengar dari meja belakang. Ya, gadis itu sedang mengikuti atau katakan saja mengintip kegiatan Nina hari ini bersama Juna karena Maraka yang menyuruh.
Setelah kejadian semalam-tepat saat netra Nina mendapati Naya baru saja keluar dari sebuah mobil yang ternyata di kendarai oleh Kalan, sang ayah yang telah tega meninggalkan. Gadis itu tanpa mau berkata banyak langsung menyeka sudut matanya dan berlari masuk ke dalam rumah. Meninggalkan Haidar dan Maraka yang saling melempar pandang. Juga Naya dan Kalan yang mengerahkan pandangan mereka ke arah bawah, menatap jalanan aspal dingin.
Menyugar rambut ke atas, Nina menumpu kepalanya yang terasa lebih berat saat ini. Merasakan bahwa banyak sekali beban pikiran sedang berkecamuk di dalam sana. Ingatannya kembali memutar tepat saat kejadian tadi pagi. Dimana ia mengabaikan Naya dan hampir saja meloloskan kalimat kasar yang dapat menyakiti hati siapa pun.
Pada saat itu, Naya baru saja turun dari undakan tangga terakhir. Melihat Nina yang tengah membawa segelas air putih dengan wajah datar membuat ia bertekad untuk menyapa terlebih dahulu.
"Teteh kecewa sama kamu, Kanaya." Adalah seruan Nina semalam yang masih menggema di kepala Naya sampai saat ini.
"Teh...."
Diabaikan. Panggilan yang baru saja di suarakan seperti angin lalu bagi Nina. Ia yang malah melewati Naya dan berniat kembali masuk ke kamar terpaksa terhenti karena Naya kembali memanggilnya dengan gerakan tangan yang menahan tubuh Nina. "Aku tau Teteh denger... tapi tolong, jangan begini."
Setelah membiarkan detik berlalu, Nina masih terdiam di anak tangga ke tiga. Menarik napas dalam dan berusaha berpikir jernih walau nyatanya ia tetap tidak bisa. Semua bentuk kalimat serta kata-kata telah ia siapkan untuk di lontarkan saat ini.
"Teteh-"
"Lepas."
"Segitu bencinya Teteh sama aku dan Papa?"
"Lepasin, Kanaya."
"Jawab dulu."
"Lepasin!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lencana SK
FanfictionTrigger warning [Mental illness] : Post Traumatic Stress Disorder, Self Harm, Anxiety Disorder, Overthinking, and Feeling useless. Haechan's Alternate Universe Tentang Karenina, si gadis asal kota Bandung yang sering menampakkan wajah datar. Memilik...