LSK 4.4 Pantai, pelukan hangat, dan kamu

155 28 71
                                    

Terima kasih karena selalu ada, bahkan tanpa aku minta, kamu selalu datang dan memberi kehangatan tanpa ingin tahu permasalahan apa yang sebenarnya terjadi kepada diriku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Terima kasih karena selalu ada, bahkan tanpa aku minta, kamu selalu datang dan memberi kehangatan tanpa ingin tahu permasalahan apa yang sebenarnya terjadi kepada diriku. Saat ini aku hanya ingin tenggelam, di dalam pelukan hangatmu yang memberi ketenangan.

-Karenina Kalandra

🍂

"Naya harus dibawa ke Psikiater."

Ucapan yang baru saja selesai dilontarkan oleh Maraka membuat Nina hampir saja tersedak oleh kuah lontong miliknya. Gadis itu yang berusaha menetralkan napas serta menuntut penjelasan kepada Maraka melalui tatapan matanya.

"Lagi, Naya masih berusaha ngelukain diri sendiri demi menetralisir rasa sakit di hatinya." Seakan paham, Maraka melanjutkan kalimatnya yang sempat tertunda. Bahkan yang dapat pemuda itu lihat dari arah sini, Nina tampak menghela napas pelan seiring bulir air mata bergumul di pelupuk sana.

Demi Tuhan, Nina sungguh tidak menyangka bahwa adiknya-Naya masih terus melakukan Self Harm itu walau sudah beberapa kali di peringati serta di pergoki. Sepiring lontong yang disinyalir sebagai menu sarapan gadis itu sengaja di diamkan. Kepulan asap hangat yang sejak tadi bergumul telah hilang sebab di hempas angin pagi Kota Bandung yang sangat dingin.

Keduanya yang saat ini sedang berada di salah satu warung pedagang kaki lima dekat kampus. Dengan niat ingin sarapan sebab Nina tidak memiliki selera makan beberapa hari terakhir. Maraka juga sedikit merasa iba saat menatap pantulan diri Nina di sana. Yang lagi-lagi dengan sialnya gadis itu menangis karena permasalahan keluarga terus datang tanpa henti.

"Terakhir, beberapa hari yang lalu... Naya ketemu sama Om Kalan di sekolahnya."

Serangan kedua. Nina lantas mengangkat kepalanya cepat, menatap saudara sepupunya dengan bola mata heran. Apa maksud dari ucapannya barusan?

"Kapan?" tanya Nina dengan suara bergetar. Menahan hasrat diri serta buncahan emosi yang berkali-kali lipat sedang meluap saat ini.

"Apanya?" Maraka bertanya sebab ia tidak mengerti.

"Naya bilang ke kamu tetang hal ini?" Nina berusaha mengepalkan jari-jari tangannya kuat. Bahkan beberapa orang yang lewat turut menyaksikan percakapan mereka berdua yang terlihat sangat serius.

Maraka mendesah napas berat, berusaha meraih punggung tangan Nina yang tergeletak bebas. Bermaksud untuk meredakan emosi saudaranya. "Pas kamu dateng ke rumah bareng Tante Kamila dan Naya. Besoknya langsung aku tanya sama dia."

"Aku gagal, Raka..." lirih Nina pelan. Sungguh di luar ekspetasi Maraka. Padahal sebelumnya pemuda itu sudah berpikir yang tidak-tidak akan respon Nina mengenai hal ini. Seperti marah? Atau bahkan berteriak karena ia adalah orang kedua yang baru mengetahui jika Naya bertemu dengan ayah kandungnya sendiri.

Lencana SKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang