LSK 5.8 Jangan iri

66 19 3
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Bukankah Tuhan sudah menyediakan rezeki masing-masing terhadap makhluk ciptaannya? Bahkan jika itu tentang sebuah keluarga. Kenapa semua orang saling sikut, iri dan bahkan berusaha menjatuhkan satu sama lain untuk rezeki yang sebenarnya sudah ada porsinya?

-Banyu Rendra

🍂

"Bintangnya teh lumayan banyak banget nya malem ini?"

"Ah... iya, biasanya juga begitu kan?"

"Tapi, sebelumnya a'a teh pengen nanya kitu sama kamu. Boleh teu? Soal na mah ini rada aneh pisan topik pembicaraanya da."

"Boleh kok, A'. Tanya aja nggak apa-apa."

Saat ini Nina masih setia duduk di bangku rotan depan teras rumah milik Haidar, di temani oleh seorang laki-laki tampan yang tak lain adalah kakak dari sang pujaan hati. Banyu yang tiba-tiba datang setelah Nirmala bersama Haidar pamit ke dalam karena hendak mengerjakan shalat isha. Ngomong-ngomong ia sedang dalam masa menstruasi, itu sebabnya Nina memilih untuk duduk seorang diri di luar ketimbang menonton televisi bersama Ayu. Menampilkan serial kesukaannya, Upin dan Ipin.

"Kalo menurut Nina, mungkin nggak sih populasi manusia di muka bumi ini sama kayak dengan bintang di permukaan langit sana?" Pertanyaan pertama baru saja terlontar, Nina terlihat berpikir sebentar sebelum akhirnya menganggukkan kepala setuju. "Kayaknya mah lebih, A'. Karena kita sendiri juga nggak tahu seberapa luas bentangan langit gelap di atas sana kan?"

"Iya, bener juga. Nina juga teh pernah kepikiran nggak sih, missal manusia sebanyak itu dengan berbagai macam isi kepala atau pikiran." Seolah Banyu dengan pergerakan perlahan mengubah nada bicaranya dan tidak menggunakan logat Sunda kental karena sedang berbicara dengan Nina.

Terdiam seraya berpikir, tanpa menunggu lama Nina kembali memberikan jawaban berupa anggukan. "Setiap manusia pasti punya isi pikiran yang beda-beda kan, A'? Nggak peduli juga dengan status, umur atau bahkan kasta pendidikan selagi mereka masih punya akal pikiran." Saling melempar tanya, sebenarnya Nina belum mengerti seratus persen ke mana arah pembicaraan ini. Yang bermula dari hamparan bintang di permukaan gelapnya malam, lalu beralih dengan populasi manusia yang tentu setiap kepala memiliki banyak perbedaan akan isi.

"Di antara manusia itu, kira-kira teh mereka pernah nggak ya saling melempar perasaan iri satu sama lain?"

Tepat saat pertanyaan itu selesai terlontar, Nina menolehkan kepala yang langsung menghadap wajah Banyu. Melihat guratan mata yang penuh akan tanda tanya juga jawaban di sana. Ah, sepertinya ia mengerti kemana arah pembicaraan ini. Seperti yang telah di lakukan sebelumnya, Nina menarik napas pelan lalu kembali mengangguk.

Lencana SKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang