LSK 4.2 Nina dan trust isues-nya

165 26 92
                                    

Seringkali kenangan buruk atau pun pahit di masa lalu menjadi penghalang bagi kita untuk memutuskan sebuah pilihan di masa yang akan mendatang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seringkali kenangan buruk atau pun pahit di masa lalu menjadi penghalang bagi kita untuk memutuskan sebuah pilihan di masa yang akan mendatang. Dan pada akhirnya, seperti kejadian kemarin, kembali terulang. Kita melewatkan kesempatan yang datang hanya satu kali dalam kehidupan.

-Yasmin Gahar Andara

🍂

"Kalo aku beneran suka sama kamu gimana, Nin?"

"Gelo!"

Suara umpatan dari ke lima perjaka, minus Banyu yang sebentar lagi akan menjadi ayah memenuhi suasana serta ruangan terbuka di teras depan rumah milik Haidar. Mengatakan bahkan menyoraki temannya yang satu itu tanpa henti. Sedang Banyu yang menjadi orang tertua di sana hanya dapat menggelengkan kepala sembari menghela napas pelan. Sedikit merasa iba kala melihat Haidar—adiknya yang dibully karena buta akan cinta.

Seperti malam-malam akhir pekan biasanya. Mereka yang bergantian akan tidur di rumah siapa. Bercerita, atau bahkan membuat cerita dengan modal ghibahan para tetangga. Juna, Nara, Haidar dan kedua bungsu ditambah Banyu tengah berbicara pasal Haidar yang pada beberapa hari lalu tidak sengaja menyatakan perasaannya kepada Nina—si gadis berwajah dingin secara gamblang.

"Terus-terus, si Nina jawab apa setelah kamu ngomong begitu?" Banyu yang terlampau gemas serta penasaran, bertanya lebih dulu kepada sang adik. Berusaha menghentikan aksi perdebatan dari para krucil di depannya.

Haidar yang ditanya seperti itu hanya dapat menghela napas pelan dengan wajah yang ditekuk sedemikian rupa. Membuat Nara sedikit paham akan jawaban yang dilontarkan selanjutnya.

"Nina malah ketawa, A'," adunya dengan nada suara lemah.

Tuhkan bener! Batin Nara sambil tersenyum lebar.

"Mana pas banget ada telepon masuk di HP Nina, jadi dia teh pamit dan pergi begitu aja." Sungguh nelangsa batin Banyu, ia yang menatap adiknya dengan pandangan iba. Bagaimana bisa nasib cinta semasa kuliah Haidar serumit ini?

"Kasihan, belum apa-apa udah ditolak duluan," celetuk Jillian yang sepenuhnya sadar. Sedang Haidar hanya dapat menghela napas pelan, berusaha untuk tidak memaki serta menghajar temannya yang sudah di anggap seperti adik sendiri sebab perbedaan umur mereka yang terpaut sangat jauh.

"Jadi rencana kamu teh mau gimana? Masa iya diem aja?" Sepertinya hanya Banyu lah orang yang sikapnya waras di sana. Ia yang sejak tadi selalu bersedia menjadi penengah, sebagai orang yang bersiap sedia melontarkan pertanyaan hanya untuk mewakilkan ke empat perjaka.

Haidar tampak menyeruput kopi hitamnya yang tersisa hingga setengah, menyenderkan tubuh di balik dinding teras. Lalu netranya menatap taburan bintang di atas sana dengan pandangan menerawang. "Sebenernya teh aku juga bingung, A'," katanya memulai sesi curhat.

Lencana SKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang