LSK 1.4 Hutang di warung Fotokopi

440 137 23
                                    

Lagi, sepertinya Tuhan memangsudah menakdirkan aku supaya hanyabisa melihat wajah datarmu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lagi, sepertinya Tuhan memang
sudah menakdirkan aku supaya hanya
bisa melihat wajah datarmu. Entah aku
harus merasa bersyukur atau merasa iba terhadapmu.
Itu benar-benar mengganggu.

-Haidar Dewangga

🍂

Haidar berjalan dengan langkah santai. Membalas sapaan ramah dari para mahasiswa tingkat akhir dan juga para maba yang menyapa dirinya. Tidak lama netra Haidar menatap pantulan diri Nina di ujung sana. Gadis itu yang sedang menunggu antrian fotokopian dengan cara bermain ponsel. Jangan lupakan wajah datar andalannya.

Haidar melempar senyum tipis. Entah mengapa, dirinya sangat suka melihat Nina jika sedang menampakkan wajah datar. Melihat lembaran kertas tebal yang disinyalir sebagai berkas tugas berada di tangannya dan juga antrian fotokopi yang terlihat lenggang membuat Haidar berjalan cepat. Ia berbaris tepat di belakang tubuh Nina.

Sepertinya ekspetasi Haidar terlalu tinggi. Melihat Nina yang tampak asik memainkan gawainya tanpa mau mengindahkan Haidar yang berbaris rapi di belakang tubuhnya. Atau memang gadis itu hanya tidak menyadari keberadaan Haidar?

Barisan semakin bertambah panjang di belakang sana dan Nina maju untuk mengambil berkasnya yang telah selesai di fotokopi. "Berapa, Kang?" tanya Nina.

"Sebenernya dua puluh satu ribu, karena teteh sebagai penglaris, dua puluh ribu aja nggak apa-apa," kata penjaga fotokopian tersebut. Nina tersenyum tipis dan mengangguk paham. "Sebentar ya, Kang. Saya ambil duitnya dulu."

Nina memberikan selembar uang berwarna biru kehadapan laki-laki tersebut. "Besar banget uangnya, Teh. Saya belum ada uang kembaliannya." Mendengar hal itu Nina menghembuskan napas berat. "Kumaha, Kang? Saya juga nggak ada uang kecil," ujarnya.

"Pake uang saya aja dulu, Kang." Haidar maju selangkah dan memberikan berkas tebal yang berada di tangannya. "Bayarnya nanti dijadiin satu aja," ujar Haidar dengan senyum tipis membuat Nina mengerjapkan mata bingung.

"Eh? Haidar ya? Nggak usah nanti malah ngerepotin." Nina berusaha menolak bantuan yang diberi oleh Haidar dengan halus.

"Nggak apa-apa, Nina. Kalo kamu merasa nggak enak nanti bisa diganti," ujar Haidar dengan senyum lebar. Membuat Nina menganggukkan kepala kaku dan mengucapkan kata terima kasih. "Makasih ya, Dar," ujar Nina dengan senyum tipis tersemat di wajahnya.

"Iya, sama-sama," jawab Haidar.

"Kalo begitu, aku pamit mau masuk kelas duluan. Perihal uangnya—"

"Jangan terlalu dipikirin, santai aja sama ura—aku mah." Haidar mengganti panggilannya dengan aku-kamu. Nina yang sekali lagi menganggukkan kepala dengan canggung dan pamit untuk pergi. "Oh iya, kalo begitu nuhun..."

Lencana SKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang