Karena sebaik apapun luka yang di simpan jauh di sudut hati sana akan tetap berbekas hingga masa kini. Tak perlu malu untuk mengakui, cukup tunjukan luka itu dan mari menunggu bekasnya memulih walau memakan waktu yang cukup lama.
-Nara Hartono
🍂
Menghembuskan napas pelan ketiga wanita itu lakukan seraya menatap makanan serta lauk lauk yang sudah berjejer rapi tepat di atas meja makan. Kamila berusaha tersenyum hangat saat netranya menatap Nina dan Naya yang masih setia menutup mulut sejak kejadian beberapa hari lalu. Walaupun tak jarang, Nina sudah mau menegur adiknya duluan.
Ini sudah ketiga kalinya Kamila mau menyempatkan waktu untuk makan bersama kedua putrinya sejak beberapa tahun silam. Kamila yang selalu berusaha menjauh dengan alasan bekerja—tidak ingin menatap wajah Nina dan Naya untuk waktu yang lama karena itu benar-benar membuat perasaannya terluka. Padahal sama saja, dengan dia bersikap seperti itu tetap memberikan goresan kecil di hati para putrinya.
"Ayo sarapan dulu, nanti sayurnya dingin dan malah nggak enak," katanya seraya mengambil piring milik Nina lalu di isi nasi. Naya tersenyum lembut, posisi ini sudah lama sekali ia rindukan. Meski tanpa Kalan, ia tetap bersyukur karena akhirnya keluarga kecilnya yang sempat berantakan kembali bersatu. Walau juga kadang-kadang Naya masih terus berpikir, sifat baik Kamila ini akan bertahan lama kah? Atau hanya sementara saja.
"Naya mau makan pake apa?" Pertanyaan dari Kamila memecah lamunan Naya. Gadis cantik itu menggeleng kepala pelan. "Biar Naya ambil sendiri aja, Ma."
Beruntung hari ini hari minggu. Jadi baik Nina, Naya ataupun Kamila tidak ada kegiatan lain selain rebahan. Libur semester kampus pun menjadi ajang bagi para mahasiswa liburan jauh ke kota seberang. Sekedar menikmati hari-hari kosong tanpa kegiatan. Bahkan teman Himpunan Nina pun sudah merencanakan bahwa mereka akan berliburan juga, tapi entahlah Nina masih belum tahu tentang kelanjutan wacana itu.
"Naya sudah bener-bener mutusin mau masuk kuliah di mana dan jurusan apa?" Pertanyaan kedua milik Kamila di lontarkan khusus untuk si bungsu. Naya menoleh kepala cepat seraya mengangguk. "Sudah, Naya tetep mau ambil jurusan Psikologi di kampus Teh Kala," katanya seraya menoleh ke samping. Memperhatikan ekspresi apa yang akan di keluarkan sang kakak. Namun, harapan Naya musnah karena Nina masih setia menutup mulut dan menikmati makanannya.
"Kalo Kala? Jadi mau liburan bareng temen-temen?"
"Nggak tau, liat nanti. Masih jadi wacana." Jawaban yang terlalu singkat, tetapi Kamila masih menghargai itu. Ia juga masih memaklumi perasaan yang hinggap di hati Nina. Walau sebenarnya Naya sedikit bingung dengan sikap sang kakak. Karena tidak biasanya Nina mengabaikan sang ibu. Apakah sesuatu sudah terjadi di saat ia masih di sekolah kemarin?
KAMU SEDANG MEMBACA
Lencana SK
FanfictionTrigger warning [Mental illness] : Post Traumatic Stress Disorder, Self Harm, Anxiety Disorder, Overthinking, and Feeling useless. Haechan's Alternate Universe Tentang Karenina, si gadis asal kota Bandung yang sering menampakkan wajah datar. Memilik...