Aku sulit untuk berkawan, aku bukanlah seseorang yang tidak suka dengan kehidupan sosial, dan juga bukan seorang penyendiri. Hanya saja dulu, aku pernah memberikan sebercak titik kepercayaan kepada seseorang. Namun dia mengkhianatinya, hingga sampai di detik ini aku tidak pernah mempercayai siapapun lagi. Dunia ini fana tetapi rasa sakit itu begitu nyata.
-Karenina Kalandra
🍂
Seperti yang sudah di katakan berulang kali, Nina dan ketakutannya untuk menjalani suatu hubungan dengan lawan jenis kadang kala membuat ia menjadi susah sendiri. Saat ingatan gadis itu lagi-lagi terputar tepat pada saat Kalan—sang ayah dan Kamila—ibunya melayangkan kata cerai setelah adzan subuh selesai berkumandang.
Nina yang posisinya pada saat itu baru saja bangun dari tidurnya karena hendak mengambil air wudhu sedikit terperanjat kala mendengar teriakan sang ibu di barengi dengan pecahan beberapa vas bunga. Dengan kesadaran yang belum pulih sepenuhnya, Nina berjalan menuju kamar di ujung sana. Mengintip dari celah pintu, Nina mematung di tempat.
Saat itu ibunya terlihat menahan tangis sembari memukul kuat dada sang ayah. Mengatakan bahwa Kalan adalah orang terjahat di dunia. Kamila juga pada saat itu masih lengkap menggunakan mukena. Berlainan dengan Kalan yang hanya dapat menunduk ke arah bawah. Membiarkan Kamila bereskpresi sesuka hati bahkan jika itu menyakiti dirinya. Karena sekali lagi ia memang pantas untuk mendapatkan semua itu.
Kadang yang membuat Nina jadi cepat dewasa dari umurnya yang sekarang adalah karena faktor lingkungan itu sendiri. Selama ini Nina memang selalu merasa bahwa kedua orangtuanya berbeda dari yang lain. Mereka terlalu berjarak, canggung, dan terkesan dingin satu sama lain. Namun Nina paham akan hal itu, karena pada dasarnya pernikahan hasil perjodohan tidak akan ada yang berjalan dengan mulus seperti cerita romansa pada umumnya.
Entah kedua orangtua Nina yang terlampau apik dalam berlakon atau Nina yang pada saat itu masih terlihat lugu. Ia membiarkan saja perbedaan yang mencuat di antara Kamila dan juga Kalan semakin membesar. Hingga tepat pada saat Nina bertemu dengan Kalan yang tidak pulang ke rumah selama berhari-hari setelah layangan kata cerai terlontar dari bibir Kamila pada subuh hari itu.
Ibunya selalu menekankan kata 'Mandiri' alias Nina harus bisa melakukan hal apapun seorang diri. Jangan terlalu bergantung dengan orang lain termasuk keluarga sendiri. Inilah yang menyebabkan Nina punya satu dinding besar dan juga tinggi yang membentang luas. Selama ini Nina selalu berlindung di balik dinding yang sengaja ia namai dengan 'Kemandirian'.
Maka dari itu pula Nina kerap kali canggung dan berusaha menolak halus bantuan yang di berikan oleh orang lain. Seperti saat-saat lalu, Haidar yang dengan santainya berkata serta menawarkan diri untuk menjadi tong sampah juga sandaran bagi Nina untuk bercerita. Mengeluarkan keluh kesah walau posisinya pada saat itu mereka tidak terlalu akrab. Pada awalnya mereka cukup canggung, tetapi hari demi hari, Haidar mulai mengerti titik kelemahan Nina berada di mana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lencana SK
FanfictionTrigger warning [Mental illness] : Post Traumatic Stress Disorder, Self Harm, Anxiety Disorder, Overthinking, and Feeling useless. Haechan's Alternate Universe Tentang Karenina, si gadis asal kota Bandung yang sering menampakkan wajah datar. Memilik...