LSK 5.4 Peran ayah bagi Haidar

94 22 2
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Ayah. Satu kata yang akan selalu dan selamanya membekas di ingatan kepala. Tentang bagaimana caranya dia bersikap, bertutur kata serta memberi perhatian dengan cara yang berbeda. Nggak perduli seberapa jahat juga dia di masa lalu, darah dagingnya akan selalu mengalir di tubuh kamu. Mungkin, cara serta perhatian yang di kasih ayahku dan ayah kamu berbeda tapi sekali lagi, jangan benci dia.

-Haidar Dewangga

🍂

"Kamu lagi sakit?"

"Tumben banget kamu dateng ke sini?"

Saling melempar tanya dalam jangka waktu yang sama. Baik Nina atau juga Haidar saling melempar pandang sebelum akhirnya meloloskan sebuah tarikan napas berat dan membuang asal arah pandangan. Berusaha menghilangkan ego dan kembali ke sifat seperti biasanya, Haidar memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaket dan menatap Nina yang setia menatap lalu-lalang para mahasiswa Akutansi di sana. Sepertinya mereka berdua tahu bahwa suasana yang tercipta sedikit berbeda. Ada aura dingin yang menyeruak masuk ke dalam. "Sebegitu jahatnya ya sikap aku ke kamu, Dar?"

Siapa sangka bahwa pertanyaan itu terlontar begitu saja dari bibir Nina. Membuat Haidar kontan langsung menegak saliva kuat dan kembali membuang asal arah pandangan. Bergantian dengan Nina yang kini menatapnya bersama pandangan sendu. Ya, gadis itu menyadari bahwa selama hubungan mereka berjalan walau belum lama ini. Selalu Haidar lah yang berperan besar serta lebih perhatian di banding dirinya. Bertanya tentang hal kecil, bahkan Haidar selalu mengingat kebiasaan Nina yang tanpa di sadari selalu di lakukan. "Bukannya jahat, Nina. Aku teh cuman kaget waktu tau kamu dateng ke sini. Apalagi kamu nggak kasih kabar dulu."

Memberi alasan yang jelas supaya tidak terjadi kesalahpahaman, Haidar melakukan hal itu seraya menarik tangan Nina ke salah satu gazebo yang terletak di taman Fakultas Akutansi. Mengabaikan sekumpulan para bujang yang sedang menatap mereka bersama pandangan ingin tahu. Haidar juga bahkan sempat memutar bola mata malas saat mengetahui Nara sedang mengolokinya dari belakang.

"Badan kamu panas." Satu kalimat singkat yang Nina ucapkan begitu bokongnya mendarat tepat di salah satu bangku. Haidar meganggukkan kepala pelan sebagai bentuk respon jawaban. Melakukan hal yang sama seperti Nina, bahkan tak tanggung-tanggung Haidar menarik kursinya agar lebih dekat dengan sang kekasih. Hal itu jelas memudahkan Nina untuk menggapai kening Haidar. Menempelkan punggung tangannya bersama wajah datar yang tentu saja mampu membuat jantung keduanya bertalu-talu.

"Sudah minum obat?" Mengabaikan mimik wajah aneh yang di keluarkan oleh Haidar. Nina kembali memundurkan wajahnya seraya bersidekap dada. Menatap pemuda Bandung itu bersama pandangan yang selalu di keluarkan. Datar, dingin, dan terkesan abai walau nyatanya tidak demikian.

"Sudah, Bunda yang kasih. Kemarin aku ke kuburan Ayah."

"Iya, kamu sudah bilang juga waktu di telepon semalem."

Lencana SKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang