Tak perlu pergi, lari atau menjauh untuk yang kesekian kalinya, cukup hadapi rasa luka itu. Memang awalnya akan menyakitkan, tapi aku tahu kamu pasti akan menemukan akhir yang menyenangkan.
-Samudera Zio Wicaksono
🍂
Memandang awan mendung dari sebuah kaca bis kota yang Naya naiki. Saat ini gadis itu sedang menuju arah rumahnya. Jangan tanya alasan mengapa ia tidak pulang bersama seorang pemuda tampan yang memiliki nama tengah Zio. Ini semua adalah karena pemuda itulah yang menyuruh Naya untuk pulang sendiri karena sebuah alasan.
Dengan keadaan kedua tangan yang memegang erat sebuah kertas kecil berisikan beberapa angka yang membentuk nomor telepon seseorang. Naya mendapatkan secarik kertas kecil tersebut dari seorang yang tidak ia sangka-sangka. Taro, anak dari istri lain sang ayah-atau katakan saja saudara tiri Naya yang memberikan itu tepat saat bel pulang sekolah berdering.
Bersama langkah pelan tapi pasti, pemuda tersebut menemui Naya di kelasnya saat semua penghuni sudah keluar. Mendapati sang kakak tiri tengah mengobrol dengan kedua pemuda yang memiliki perbedaan tinggi badan. Itu adalah Gio dan Samudera. Hampir saja Taro mengurungkan niatnya untuk menemui Naya karena pada saat ia hendak berbalik badan, Gio-pemuda Bandung yang memiliki suara besar sudah menyerukan namanya dengan Girang.
"Eh kasep, ada perlu apa ke sini?" tanyanya yang saat itu langsung membuat langkah Taro terhenti. Memutar badan ia lakukan, tepat saat netra Taro bertabrakan dengan bola mata milik sang saudara, ia menelan saliva canggung. "Hm... itu, Kak. Aku mau ketemu sama Teh Nay-eh Kak Naya maksudnya. Tapi kayaknya lagi pada sibuk jadi nanti aj-"
"Ada apa?" Belum usai Taro menyelesaikan kalimatnya, Naya telah menyela duluan. Bersama nada suara yang terdengar tidak bersahabat. Membuat Gio dan Samudera sontak melempar pandang sebelum akhirnya menundukkan kepala karena paham bahwa suasana yang telah tercipta sedikit berbeda. Beruntung pula saat itu Samudera langsung paham dan segera menarik sang teman untuk keluar kelas. Memberi ruang berbicara kepada Naya dan juga seorang pemuda yang ia yakini adalah saudara tiri gadis tersebut.
Deru suara kipas Air Conditioner masih terus menggema dan memenuhi seisi ruangan, Naya masih setia berada di tempat semula seraya menunggu Taro untuk berbicara. Bahkan ini sudah hampir mencapai tiga menit di saat Samudera membawa Gio keluar kelas. Akan tetapi, pemuda itu tidak kunjung membuka mulutnya.
"Ck, ada perlu apa kamu mau ke sini?" Akhirnya Naya tetap menjadi orang pertama yang melempar pertanyaan duluan. Membuat Taro yang sedang memandang lantai langsung mengangkat kepala cepat. Sial, mengapa saat ini ia jadi tidak bisa bersikap seperti saat mereka pertama bertemu di atas rooftop sekolah? Mengingat bahwa pada saat itu ia bersikap sedikit agak kasar kepada Naya membuat hati Taro sedikit merasa bersalah. Belum lagi tatapan terluka yang gadis itu berikan kepadanya. Taro tidak memiliki kekuatan bahkan hanya untuk berbicara dengan nada suara satu oktaf.
Melihat pergerakan tangan Taro yang secara perlahan masuk ke dalam saku celana tanpa mau menjawab pertanyaannya, mata Naya membelalak terkejut saat secarik kertas kecil berisi angka berbentuk nomor telepon berada di hadapan sang wajah. "Ini apa?" tanya Naya bingung. Taro sempat menarik napas pelan sebelum akhirnya ia menjawab seraya membuang arah pandangannya asal.
"Itu nomor Papa," jawabnya singkat.
Membuat jantung Naya kontan berpacu lebih cepat. Bersama pergerakan tangan lambat ia menerima secarik kertas itu. "Buat apa kamu kasih ke aku?"
"Aku yakin Teh Nay-eh, Kakak maksudnya-"
"Kamu bisa panggil aku dengan sebutan teteh," sela Naya cepat. Membuat Taro langsung menggaruk pelipisnya tak gatal karena merasa semua pergerakannya serba salah. "Iya, intinya itu. Aku yakin Teh Naya nggak mau jadi anak durhaka buat nggak menghubungi orang tua. Sebenernya... Papa juga rindu sama kalian berdua tapi sekali lagi dia belum punya cukup keberanian buat menghubungi-"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lencana SK
FanfictionTrigger warning [Mental illness] : Post Traumatic Stress Disorder, Self Harm, Anxiety Disorder, Overthinking, and Feeling useless. Haechan's Alternate Universe Tentang Karenina, si gadis asal kota Bandung yang sering menampakkan wajah datar. Memilik...