Ini bukan hanya tentang rasa cinta serta suka yang hadir di antara salah satu dari keduanya. Hanya tentang sepenggal rasa sakit akibat kita yang tidak mampu mendeklarasikan sebab memiliki ketakutan yang teramat dalam. Malam ini aku hanya ingin menghilang bersama rasa sesak akibat pertemanan. Aku minta tolong, kamu, jangan pernah menghilang.
-Maraka Gahar Wijaya
🍂
"Nggak apa-apa. Dan maaf, jangan sentuh aku...."
Kamila segera menarik tangannya cepat di saat Nina berucap demikian. Sepertinya perasaan gadis itu sedang tidak bersahabat. Melihat juga bagaimana kondisi wajah pucat yang sedang di tampilkan, tetapi Kamila sedang butuh penjelasan dari gadis itu tentang Naya saat ini. Sekuat tenaga Kamila menegak saliva yang terasa berat. "Kala, boleh mama bicara berdua sama kamu?" tanyanya ragu.
Sunyinya malam seakan menjadi saksi bisu dari kedua ibu dan anak ini. Mereka yang sejak tadi masih setia menutup mulut, bahkan Kamila masih belum memulai topik pembicaraan. Sedang Nina hanya dapat memandang kumpulan bunga-bunga cantik yang tersusun rapi di teras depan rumah tanpa mau berucap serta berbasa-basi dengan sang ibu.
"Naya mau di bawa ke Psikiater ya? Kata Maraka?" Akhirnya Kamila meloloskan pertanyaan yang sejak tadi tertahan di tenggorokan. Walau nada bicaranya terkesan ragu atau mungkin takut? Entahlah, Nina tidak ingin memikirkannya lebih dalam. Maka seperkian detik kemudian ia hanya mengangguk saja.
Hati serta mood Nina sedang tidak baik saat ini. Enggan melempar peluru kepada sang ibu yang nantinya akan menyulut emosi. "Kenapa kamu nggak bilang sama mama dulu, Kala?" Pertanyaan kedua yang baru saja usai di lontarkan oleh Kamila, langsung di tanggapi oleh Nina dengan cepat. "Kalo pun Kala bilang sama Mama sebagai orang pertama, apa bedanya?"
Terdengar seperti menyindir, Nina tak habis-habisnya berkata dengan nada tajam kepada Kamila. Membuat ibu dua anak itu langsung terdiam dan menutup mulut. Bingung ingin menjawab apa. "Apa Mama bakalan berhenti buat bersikap kayak begini?" tanyanya langsung.
Alis Kamila mengerut heran. Apa maksud dari pertanyaan yang barusan di lontarkan oleh putri sulungnya ini? "Kayak begini, gimana maksud kamu?" tanyanya dengan alis mengerut tajam.
"Menjauh dari kami—"
"Tapi mama sudah berusaha berubah, Kala...." Kamila memotong pembicaraan Nina dengan cepat. Mengatakan bahkan ia memberitahu bahwa dirinya telah berubah belakangan ini. Berusaha tidak pergi menjauh di saat kedua putrinya mendekat. Yang dapat di lihat dari arah sini, Kamila terlihat menahan air matanya agar tidak turun. Mencoba agar tidak di pandang lemah. Sifatnya sama persis seperti Nina.
Sedang yang disebutkan namanya hanya dapat menghela napas pelan sembari membuang asal arah pandangannya. "Tapi nggak menutup kemungkinan bahwa perlakuan Mama di masa lalu masih membekas di ingatan Kala ataupun Naya." Nina mengatakan hal itu dengan suara tegas. Walau jatuhnya seperti menahan getaran hebat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lencana SK
FanfictionTrigger warning [Mental illness] : Post Traumatic Stress Disorder, Self Harm, Anxiety Disorder, Overthinking, and Feeling useless. Haechan's Alternate Universe Tentang Karenina, si gadis asal kota Bandung yang sering menampakkan wajah datar. Memilik...