Dengan langkah gontai, Stela menyusuri lorong rumah sakit. Kepalanya tertunduk sehingga mata memandangi marmer yang tersusun menutupi lantai. Pupus sudah harapannya melakukan terapi recall a past event yang menurutnya efektif mengembalikan ingatan Vincent.
Bruuk!
Tanpa sengaja ia menabrak seseorang. Stela segera menegakkan pandangan dan melihat seorang pria dengan rambut pendek tertata rapi, sedang melihatnya dengan kening berkerut.
"Mbak Stela?" sapa pria itu.
"Pak Bastian Ervin?"
Mata Stela membulat saat melihat Bastian ada di rumah sakit. Pria itu tidak sendirian, ada seorang pria lagi bersamanya. Dari penampilan rapi dengan setelan jas mewah, sudah bisa ditebak yang disampingnya itu adalah asisten pribadinya.
"Sedang apa di sini, Mbak Stela?" tanya Bastian tersenyum ramah seperti biasa.
Stela kembali mengalihkan penglihatan kepada Bastian, kemudian tersenyum renyah.
"Saya baru saja menemui kenalan di sini, Pak. Bapak sendiri bagaimana? Sedang sakit?"
"Oh, tidak. Hanya check-up rutin saja. Biasalah harus jaga stamina dan kesehatan juga. Bahaya jika tumbang."
"Benar juga ya. Wakil rakyat selalu sibuk. Harus ke sana dan ke mari juga," ujar Stela basa-basi.
"Silakan, Pak. Nanti dokternya kelamaan nunggu," kata Stela mengulurkan tangan mempersilakan Bastian menuju ruang pemeriksaan dokter umum yang tak jauh dari sana.
"Sayang sekali kita bertemu di saat yang tidak tepat. Jika tidak, saya mau traktir Mbak Stela makan seperti janji saya sebelumnya." Bastian memperlihatkan raut kecewa.
Stela mengibaskan tangan sambil tertawa pelan. "Nanti saja, Pak. Saya juga sedang buru-buru. Kebetulan ada urusan penting."
"Ya sudah, nanti saya coba arrange waktu agar bisa menunaikan janji makan siang dengan Mbak Stela."
"Santai saja, Pak." Stela mengurai senyuman lagi. "Kalau begitu saya permisi dulu, Pak Bastian."
"Baik, Mbak Stela. Silakan." Bastian menganggukkan kepala.
Pria itu melihat Stela melangkah menuju lobi rumah sakit. Tak jauh dari tempatnya berdiri terdengar seseorang memanggil gadis itu.
"Dokter Stela." Seorang wanita berpakaian perawat tampak berlari menghampiri Stela.
Kening Bastian berkerut mendengar perawat itu memanggil Stela.
"Dokter Stela?" gumam Bastian, "Auristela seorang dokter?"
Asisten pribadi Bastian hanya diam di sampingnya. Pandangan Bastian berpendar ke sisi lorong, mencari seorang perawat yang bisa ditanyai. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Seorang perawat berkerudung baru saja keluar dari klinik dokter umum.
"Suster," panggil Bastian.
"Selamat siang, Pak Bastian. Dokter sudah menunggu Anda di dalam ruangan," sapa perawat itu saat mendengar Bastian memanggilnya.
"Bukan itu maksud saya." Bastian mengalihkan paras, lalu menunjuk Stela yang masih berbincang dengan perawat tadi.
"Suster kenal dengan wanita yang berambut pendek sebahu itu?"
Perawat muda itu menyipitkan mata, mencoba fokus melihat ke arah yang dimaksud oleh Bastian.
"Maksud Bapak, Dokter Stela?" tanya perawat itu.
Bastian mengangguk. "Dokter?"
"Iya, Pak. Itu salah satu psikiater di rumah sakit ini. Tapi sepertinya sudah dipindah tugaskan, karena saya tidak pernah melihatnya belakangan ini di rumah sakit."
KAMU SEDANG MEMBACA
A MAN IN A TUXEDO (TAMAT)
RomanceFollow akun penulis dulu yuk, sebelum dibaca ^^ *** Stela tak pernah membayangkan menikah dengan seorang penderita Anterograde Amnesia. Kontrak menjadi psikiater pribadi keluarga Oliver, tak hanya membuatnya harus menyamar sebagai sekretaris pribadi...