"Kamu kenapa?" tanya Vincent waktu menyadari perubahan raut wajah Stela.
"Heuh? Nggak kenapa-napa," jawab Stela berbohong.
Vincent menyeka poni Stela dan menggerakkan ujung dagu ke depan. "Kayaknya ada sesuatu di pikiran kamu. Lagi mikirin pernikahan?"
Stela menggelengkan kepala, lantas tersenyum singkat.
"Apa sih yang bikin kamu jatuh cinta sama aku? Aku ini nggak cantik loh." Pertanyaan yang selama ini hinggap di benak Stela akhirnya dimuntahkan juga.
"Siapa bilang kamu nggak cantik?" Vincent tersenyum ringan, membuat perut Stela terasa diaduk-aduk lagi.
"Nggak harus ada alasan untuk jatuh cinta sama seseorang, 'kan? Ini masalah perasaan, Stela. Perasaan saya mengatakan, kamulah orang yang tepat menjadi calon istri saya," jelasnya.
"Gimana kalau perasaan kamu salah? Maksudnya bukan aku yang sebenarnya kamu cintai."
Kening Vincent berkerut saat melihat netra Stela bergantian. "Kenapa kamu berpikiran begitu? Biasanya perasaan nggak pernah salah."
Stela berdecak sambil mengerutkan wajah.
"Kamu itu gemesin banget." Vincent mencubit hidung Stela yang tidak terlalu mancung.
"Di video yang saya lihat. Kamu dan saya punya banyak kesamaan. Mungkin itu juga yang membuat saya jatuh cinta sama kamu." Vincent memberi jeda sesaat. "Bisa jadi karena rasa nyaman. Sepertinya saya merasa lebih tenang setelah bertemu kamu. Itu yang saya amati dari video sebelum dan setelah kenal dengan kamu."
Stela tersenyum tipis mendengar penjelasan Vincent. Lebih tepatnya alasan kenapa pria itu akhirnya jatuh cinta kepada dirinya.
Gimana kalau lo ingat Kirania, Vin? Apa lo masih cinta sama gue? risik Stela dalam hati.
"Sekarang kamu tidur ya? Habis ini aku mau telepon Papa. Masa iya Papa nggak pernah ngomong apapun sama aku tentang ini?" Bibir Stela mengerucut, membuat Vincent ingin melabuhkan lagi ciuman di sana.
Pria itu memejamkan mata beberapa detik, berusaha menepis keinginan untuk mengecup bibir tipis itu. Di matanya Stela tampak begitu cantik dan menggemaskan. Sikap Stela yang apa adanya semakin membuat Vincent jatuh cinta.
"Satu jam lagi bangunkan saya ya? Mau main COD sama kamu. Udah lama nggak main bareng," pinta Vincent.
Stela menganggukkan kepala, kemudian menepuk pelan lengan Vincent agar bisa tidur. Dia kembali tersenyum saat memandang pria tampan yang kini sedang memejamkan mata. Stela tak pernah menduga lelaki itu akan menjadi suaminya dalam waktu dekat.
Selang sepuluh menit kemudian, dia bangkit dari tempat tidur lalu beranjak ke luar. Stela berjalan menuju kamar, bersiap menghubungi Frans, ayahnya. Matanya kemudian menyipit saat memikirkan apakah Garry mengetahui hal ini?
Ah, nggak mungkin Uda tahu tentang perjodohan ini. Kalau tahu pasti dia udah ledekin gue, batinnya lagi.
"Waalaikumsalam, Pa," sahut Stela setelah mendengar salam dari seberang telepon.
"Indak karajo, La (Kamu tidak kerja, La)?" tanya Frans.
"Capek pulang, Pa (Cepat pulang, Pa)," jawab Stela.
"Ada nggak hal yang Papa rahasiakan dariku?" sambung Stela kemudian.
"Maksudnya?"
"Ya apa aja. Berkaitan denganku."
Terdengar helaan napas berat dari telepon. "Kamu sudah bicara dengan Widya?"
"Jadi bener ya?" Stela terduduk lesu di pinggir tempat tidur. Ada sedikit rasa kecewa di hati, karena ayahnya menyembunyikan hal ini darinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A MAN IN A TUXEDO (TAMAT)
RomanceFollow akun penulis dulu yuk, sebelum dibaca ^^ *** Stela tak pernah membayangkan menikah dengan seorang penderita Anterograde Amnesia. Kontrak menjadi psikiater pribadi keluarga Oliver, tak hanya membuatnya harus menyamar sebagai sekretaris pribadi...