Tok-tok
Terdengar pintu kamar diketuk saat Stela baru keluar dari kamar mandi. Dia membersihkan diri setelah lari pagi di sekitar perumahan. Gadis itu bergegas membuka pintu.
"Sorry ganggu," ucap Candra begitu Stela menampakkan diri di sela pintu.
Sesaat kemudian pria itu tertawa melihat wajah Stela.
"Kenapa? Ada yang aneh?" tanya Stela lengkap dengan handuk yang melingkar menutupi rambut. Satu stel baju kaus berwarna hijau muda dan celana panjang hitam membungkus tubuhnya.
Candra mengarahkan jari telunjuk ke pinggir bibirnya sendiri, kemudian menunjuk wajah Stela.
"Ada sisa odol." Candra menutup mulut saat ingin tertawa lagi.
Stela berlari kecil menuju cermin meja rias yang ada di kamar. Terlihat sedikit tumpukan odol di pinggir bibir. Dia mengambil tisu basah dan mengelap sudut bibir. Setelah bersih, gadis itu kembali lagi menghampiri Candra.
"Maaf. Kebiasaan gosok gigi habis mandi, jadi gitu deh." Stela nyengir. "Kenapa, Can?"
"Instruktur private udah datang."
"Ya ampun. Gue belum ngapa-ngapain nih. Rambut aja belum kering," ucap Stela panik, "nggak bisa nunggu dulu ya?"
"Bagaimana ya? Sepertinya tidak deh. Orangnya sibuk sekali."
Stela makin panik, kemudian melepas handuk yang menutupi rambut.
"Sebentar." Stela menggosok rambutnya yang masih basah dengan handuk, berharap bisa kering dengan cepat.
Melihat betapa paniknya raut wajah Stela, Candra jadi tertawa keras.
Stela menoleh dengan kening berkerut ke arah Candra.
"Santai aja, Stela. Aku bercanda kok." Candra terkekeh.
Mata stela melebar saat menyadari baru saja dikerjai Candra.
"Lo ngerjain gue ya?" Dia mengejar Candra yang segera menjauh, karena tahu akan jadi sasaran amuk Stela.
"Sini lo!" katanya lagi nyaris berteriak.
Candra tertawa sambil mengacungkan jari tengah dan telunjuk secara bersamaan.
"Sorry." Candra membuka mulut lebar-lebar agar Stela mengerti ucapannya.
Entah kenapa sifat usil Candra bisa keluar saat bersama dengan Stela. Dia bisa menjadi orang yang berbeda, tidak serius dan kaku seperti ketika berada di dekat Vincent.
Stela melihat Candra dengan wajah mengerucut dan merapatkan gigi.
"Awas lo!" Stela membuka lebar mulutnya sambil mengacungkan kepalan tangan ke atas.
Dia kembali lagi ke kamar, mengeringkan rambut dengan hair dryer agar cepat kering. Sebenarnya Stela malas menggunakan pengering rambut, kecuali saat terpaksa karena bisa merusak kelembapan rambut. Dari semua yang ada dari dirinya, hanya rambut yang bisa ia banggakan. Hitam, tebal dan mengkilap tanpa harus melakukan creambath atau masker ke salon.
Tidak sampai sepuluh menit, Stela turun ke bawah mengenakan kemeja kotak lengan pendek dan celana jeans, pakaian kebanggaannya jika tidak sedang bekerja. Tumbuh menjadi satu-satunya perempuan di keluarga setelah Ibunya meninggal, membuat gadis itu berpenampilan jauh dari kesan feminin.
Bukan hanya penampilan, wataknya juga sedikit keras dibanding anak perempuan lain. Dia lebih menyukai serial Kamen Rider dibandingkan Chibi Maruko-Chan, lebih menyukai main mobil-mobilan dibandingkan boneka Barbie. Karena itulah ketika kelas satu SMA, Stela telah meraih sabuk hitam Taekwondo dan pernah menjuarai turnamen tingkat provinsi.
KAMU SEDANG MEMBACA
A MAN IN A TUXEDO (TAMAT)
RomanceFollow akun penulis dulu yuk, sebelum dibaca ^^ *** Stela tak pernah membayangkan menikah dengan seorang penderita Anterograde Amnesia. Kontrak menjadi psikiater pribadi keluarga Oliver, tak hanya membuatnya harus menyamar sebagai sekretaris pribadi...