Hampir tiga puluh menit Stela berdiri di depan cermin, memutar tubuh ke kiri dan kanan bergantian. Berkali-kali tarikan dan embusan napas keluar dari hidung dan sela bibir. Gugup? Sudah jelas, jangan ditanyakan lagi. Itulah yang dirasakannya saat ini.
Bayangkan, seorang psikiater diminta menyamar menjadi seorang sekretaris. Profesi yang selama ini bahkan tidak pernah terlintas di benaknya, karena fisik yang tidak mendukung. Pandangan mata beralih ke arah sepatu dengan tinggi 5 centimeter. Well, tidak terlalu tinggi tapi bisa membuat seorang Auristela merasa terintimidasi setiap kali melihatnya.
"Oke, tinggal pake lipstik," gumamnya sambil mengambil lipstik berwarna peach yang sering dikenakannya.
"Not, bad." Stela tersenyum singkat setelah mematut lagi dirinya di cermin.
Blus berwarna cokelat muda dan rok pendek di bawah lutut, telah melekat di tubuhnya. Setelan mahal yang dibeli dengan Candra dua hari yang lalu. Pria itu membeli dua puluh setelan blus, rok dan celana untuknya agar tidak mengenakan pakaian yang sama selama satu bulan. Jangan ditanya, berapa puluh juta yang telah dihabiskan untuk membeli pakaian, sepatu dan tas.
Berlebihan? Sangat! Rasanya menjadi sekretaris sungguhan, tidak seperti ini. Banyak sekretaris yang mengenakan pakaian dan sepatu yang sama beberapa kali dalam sebulan. Tapi Stela bisa berbuat apa? Toh bukan uangnya yang dipakai untuk membayar semuanya. Candra juga mengatakan, ini adalah perintah Bu Widya.
"Udah selesai belum?" terdengar suara Candra dari luar.
Stela membuka pintu kamar dengan wajah menyedihkan.
"Gue nervous nih."
"Ya Tuhan. Kamu nggak bisa dandan yang cantik apa?" Mata sipit Candra menjelajahi wajah Stela yang tidak mengenakan apa-apa selain lipstik.
"Ini 'kan udah dandan," ujar Stela memajukan bibir tipis ke depan.
Candra mengembuskan napas keras, lalu mengeluarkan ponsel dari saku.
"Carikan penata rias yang ready dalam sepuluh menit. Segera!" perintahnya kepada seseorang di telepon.
Candra melirik sekilas jam yang melingkar di tangannya. "Masih ada waktu tiga puluh menit lagi sebelum berangkat."
"Penata rias buat apa? Ini udah dandan kok."
"Ya ampun, Stela. Kamu bilang ini sudah dandan?" Candra terbahak. "Kamu ini sekretaris CEO stasiun televisi berita nomor satu di Indonesia, Stela!"
"Trus?" tanggap Stela enteng.
"Ya tidak bisa seperti ini dong kalau ke kantor." Candra memutar bola mata.
"Tunggu di kamar, jangan tutup pintu. Sebentar lagi penata rias datang." Candra melihat sekilas ke kamar Vincent. "Mau cek Pak Bos dulu. Khawatir ada yang lupa."
Stela tertunduk lesu, lalu kembali lagi ke kamar.
Berlebihan nggak sih? Ini sekarang mau kerja atau ikutan ajang model-modelan? Huuffhh, gerutu Stela tentu di dalam hati.
Kurang dari sepuluh menit, seorang penata rias tiba di depan kamar.
"Boleh akika masuk, Cyin?" tanya seorang pria bertubuh kurus, rambut pendek dan melambai. Bulu mata anti badai Syahrini terpasang di pinggir kelopak mata. Sebuah kotak perlengkapan make-up tergantung di tangan kiri.
Stela melihat ke arah pria itu dan mengamati dari atas hingga ke bawah. Pandangannya berakhir pada kotak berwarna hitam dengan pinggiran abu-abu yang ditentengnya.
"Akika mau make-over Yey," jelas pria itu sambil melentikkan jari telunjuk kanan ke arah Stela, kemudian tersenyum lembut.
"Oh. Masuk," jawab Stela.
KAMU SEDANG MEMBACA
A MAN IN A TUXEDO (TAMAT)
RomanceFollow akun penulis dulu yuk, sebelum dibaca ^^ *** Stela tak pernah membayangkan menikah dengan seorang penderita Anterograde Amnesia. Kontrak menjadi psikiater pribadi keluarga Oliver, tak hanya membuatnya harus menyamar sebagai sekretaris pribadi...