Stela sedang tiduran di atas paha Vincent. Suami istri itu duduk di sofa apartemen yang baru ditempati selama empat hari, sebelum Stela memutuskan membawa suaminya ke tempat peristiwa pembunuhan Kirania terjadi.
Vincent membelai lembut kening Stela sambil memandang wajah yang tampak begitu cantik di matanya.
"Kamu ngidam sesuatu nggak, Sayang?" tanya Vincent memecah keheningan.
Stela menggelengkan kepala. Kehamilannya berbeda dari kehamilan pada umumnya. Biasanya pada trimester pertama, para ibu hamil terserang morning sickness, tapi tidak dengan wanita itu. Dia hanya merasakan pusing pada awal kehamilan, karena kurang asupan makanan.
"Wah! Istri saya hamilnya anteng sekali ya. Nggak ngidam dan nggak mual-mual juga," puji Vincent.
"Mungkin awal-awal hamil cobaannya udah berat kali ya, jadinya Allah kasihan lihat aku kalau harus kena morning sickness juga," komentar Stela sambil nyengir.
Stela memiringkan kepala, agar bisa melihat wajah suaminya.
"Vin, aku boleh tanya nggak?"
"Tanya apa?"
"Kamu sudah ingat 'kan dengan kejadian waktu itu?" tutur Stela hati-hati khawatir Vincent shock atau memperlihatkan reaksi serupa.
"Iya. Ingat semuanya," jawab Vincent tanpa beban.
"Kamu tahu siapa pelakunya?"
"Ya."
"Siapa?" Tampak raut penasaran di wajah Stela saat ini.
Vincent menarik napas panjang, kemudian diam sesaat.
"Kalau nggak mau kasih tahu aku, nggak pa-pa. Jangan dijawab. Nanti aja kalau pelakunya udah ditangkap," ujar Stela saat belum mendapat jawaban dari Vincent.
"Saya nggak mau jawab, karena khawatir kamu shock. Bahaya untuk calon bayi kita," tutur Vincent karena tahu Stela cukup dekat dengan Bastian.
Stela bergumam pelan. "Apa perkiraanku benar?"
"Ada orang yang kamu curigai?" pancing Vincent.
Wanita itu menganggukkan kepala, kemudian mengubah posisi menjadi duduk. Dia mendekatkan bibir ke telinga Vincent, lalu berbisik, "Bastian. Benar nggak sih?"
Kening Vincent berkerut mendengar tebakan Stela yang tidak meleset sama sekali.
"Kenapa kamu bisa tahu?"
Mata Stela membulat selaras dengan bibirnya. "Jadi benar dia pelakunya?"
Vincent mengangguk pelan.
"Pantesan aku merasa ada yang aneh waktu pertama kali lihat interaksi di antara kalian berdua."
"Aneh bagaimana?"
"Senyum dan gestur tubuhnya aneh menurutku. Aku ini psikiater, Vin. Jadi belajar gimana membaca ekspresi orang," ujar Stela bangga. "Apalagi waktu dapat informasi dari Candra kalau stasiun TV pernah melakukan investigasi tentang Bastian. Jadi makin curiga deh."
"Wah, kamu harusnya masuk kepolisian saja, Stela. Insting kamu nggak main-main loh," puji Vincent bertepuk tangan.
"Pengin sih, tapi nggak dibolehin sama Papa." Stela nyengir kuda. "Kenapa nggak lapor polisi aja kalau sudah tahu pelakunya?"
"Masih cari bukti dulu. Dia melenyapkan semua bukti yang ada," sahut Vincent.
"Trus rencana kamu gimana?"
"Ungkap skandalnya yang lain dulu, setelah itu baru seret dengan kasus ini."
Stela menepuk pelan bahu suaminya. "Pintar banget sih suamiku ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
A MAN IN A TUXEDO (TAMAT)
RomantizmFollow akun penulis dulu yuk, sebelum dibaca ^^ *** Stela tak pernah membayangkan menikah dengan seorang penderita Anterograde Amnesia. Kontrak menjadi psikiater pribadi keluarga Oliver, tak hanya membuatnya harus menyamar sebagai sekretaris pribadi...