BAB 36: Drama di Hari Pernikahan

2.1K 173 2
                                    

Stela duduk memandang dirinya di depan cermin. Wajahnya sedang dirias oleh Rizmanto alias Rizma, banci yang pernah make over dirinya pada hari pertama menjadi sekretaris gadungan Vincent. Dua jam lagi, dia resmi menjadi istri dari CEO stasiun TV berita nomor satu di Indonesia.

"Yey beruntung bisa nikah sama Pak Vincent," ujar Rizma sembari menyapukan eyeshadow di mata Stela.

Stela hanya tersenyum menanggapi perkataan Rizma.

"Akika turut bahagia, akhirnya dese bisa menemukan cinta sejati." Rizma berhenti sejenak sebelum mengaplikasikan blush-on.

"Yey diet ya? Ini pipi sekarang lebih tirus dari beberapa bulan lalu," kata Rizma mematut wajah Stela.

"Iya. Bahaya juga kalau nggak diet, bisa nggak muat nih kebaya," balas Stela dengan pandangan masih lurus ke cermin.

"Bener tuh. Makannya 'kan banyak. Kalau nggak diet, bisa parah tuh gendutnya," imbuh Santi yang duduk di pinggir kasur hotel, tempat sahabatnya menginap.

Selama satu minggu belakangan ini, Stela tinggal di hotel. Dia tidak diperbolehkan bertemu dengan Vincent seminggu menjelang pernikahan. Jangan ditanya lagi bagaimana rasa rindu yang mendera saat ini?

Candra bertugas untuk mengingatkan Vincent hampir setiap hari bahwa tanggal pernikahannya sudah dekat. Untung saja Vincent merekam hal yang sama setiap hari, agar tidak lupa dengan hari pernikahannya sendiri.

"Selesai nih. Giliran Yey pasangin dese Sunting," tutur Rizma kepada penata busana Stela.

Akhirnya, gadis itu selesai didandani. Dia mematut dirinya di cermin. Sebuah kebaya berwarna maroon telah melekat di tubuhnya. Begitu juga dengan kain songket dengan nada serupa bercampur silver menutupi area pinggang ke bawah.

"Cantik ya dese?!" puji Rizma sambil merapatkan kedua telapak tangan di depan tubuh.

"Banget, Kak Rizmanto. Pak Vincent bisa pingsan kali lihat calon istrinya cantik kayak gini," sahut Santi dengan tatapan berbinar.

"Hush! Panggil Rizma dong. Masa Rizmanto?" protes Rizma melihat dengan sudut mata ke arah Santi.

"Ya deh, Kak Rizmanto," ledek Santi usil.

Pria itu hanya memutar bola mata, lalu memalingkan paras dengan lembut ke arah Stela. Dia kemudian mengulurkan tangan menyambut gadis itu berdiri.

"Yuk, berangkat sekarang. Takut macet di jelong," ajak Rizma.

Dia diminta oleh keluarga Oliver mengawal Stela menuju tempat pernikahan diselenggarakan. Di mana lagi jika bukan di kediaman Oliver. Meski banci, tapi Rizma bisa bela diri. Paling tidak, bisa melindungi Stela jika insiden sebelumnya terulang lagi. Tidak mungkin juga gadis itu yang bertarung sendirian, karena sedang mengenakan kebaya pengantin.

Santi dan Stela segera berdiri, kemudian berjalan beriringan dengan penata busana juga. Frans dan Garry langsung ke lokasi pernikahan dari tempat tinggal Garry.

"Kamu gugup banget ya?" tanya Santi saat melihat Stela hanya diam di sepanjang perjalanan.

Kepala gadis itu bergerak ke atas dan bawah perlahan. Sunting yang cukup berat, membuatnya tak bisa menggerakkan kepala dengan leluasa.

"Sunting gue juga berat nih," jawab Stela nyengir kuda.

"Sunting Yey itu beratnya cuma 2,5 kilogram, jangan sok drama deh," decit Rizma yang duduk di samping supir.

"Bagi gue berat nih," cibir Stela dari belakang.

Rizma hanya menghela napas panjang sambil menggelengkan kepala. Malas juga berdebat dengan Stela yang pasti sedang stres menjelang pernikahan.

Duh, kira-kira nanti Vincent ingat nggak ya sama gue? Gimana kalau menjelang pernikahan dia ingat sama Kirania? Duh, kok jadi mikirin ini sih? ceracau Stela dalam hati.

Setelah menempuh sepuluh menit perjalanan, akhirnya mobil yang ditumpangi Stela tiba di kediaman keluarga Oliver. Gadis itu menarik napas panjang saat merasakan jantung berdebar dengan kencang, sebelum turun dari mobil.

"Ya ampun, tangan kamu dingin banget, Stela," komentar Santi melihat raut wajah Stela yang juga tegang.

Frans dan Garry telah menunggu di luar mobil, menyambut satu-satunya wanita yang ada dalam keluarga mereka. Pria paruh baya itu tersenyum lembut melihat putrinya perlahan turun dari mobil.

"Vincent dan Widya sudah ada di dalam. Sebentar lagi penghulu juga akan datang," ujar Frans mengulurkan tangan, menyambut Stela.

"Dia ingat sama Papa?" bisik Stela pelan.

Frans menganggukkan kepala. "Sama Garry juga."

Perlahan embusan napas lega keluar dari bibir Stela. Itu artinya, Vincent juga ingat dengan dirinya.

"Santai saja, La. Semua akan berlalu," hibur Frans menepuk lembut punggung tangan Stela.

Gadis itu mengiyakan, lantas mengalihkan paras ke arah Garry yang sedang melihatnya dengan tatapan usil. Stela mendelikkan mata saat tahu arti pandangan kakaknya itu.

Perlahan mereka berlima memasuki pekarangan rumah keluarga Oliver yang sudah dihiasi dengan pernak pernik pernikahan. Ada beberapa bunga yang dirangkai dengan indah menghiasi pinggir stepping (pijakan kaki) menuju pintu masuk.

Acara akad nikah sendiri diadakan di taman belakang yang luas, dekat kolam renang. Semakin memasuki rumah, jantung Stela semakin berdebar. Dia mengeratkan genggaman di tangan Frans.

Sebelum beranjak menuju taman belakang, langkah Stela berhenti. Dia memutar sedikit tubuh ke kiri, agar bisa melihat pria yang telah membesarkannya dengan penuh kasih sayang.

Mata cokelatnya memandangi wajah Frans yang sudah dipenuhi garis halus. Stela meraih kedua tangan ayahnya, lalu mencium punggung tangannya bergantian.

"Makasih udah membesarkanku dengan baik, Pa," ucap Stela dengan mata berkaca-kaca.

Frans tersenyum memandangi putrinya lekat. Dia memberi kecupan di kening Stela lama.

"Jadilah istri yang berbakti kepada suami, La. Segera beri Papa cucu, ya?"

Stela mengangguk pelan. Dia memeluk ayahnya erat.

"Eh, jangan nangis. Nanti make up Yey luntur. Sia-sia kerja akika," celetuk Rizma saat melihat air mata menetes di pipi Stela.

Santi hanya diam, menyeka air yang tergenang di sudut matanya.

"Nih, kalau mau nangis," ujar Garry menyodorkan sapu tangan kepada Santi.

"Makasih ya, Bang," ucapnya tersenyum manis kepada Garry.

"Ayo ke taman belakang," ajak Frans kembali menuntun putrinya berjalan.

Pria paruh baya itu ingat bagaimana ia memegang tangan Stela saat pertama kali berjalan. Kini Frans kembali melakukan hal yang sama, namun tujuannya berbeda. Sebentar lagi, dia akan menyerahkan Stela kepada laki-laki yang akan mengambil alih tanggung jawab yang selama ini dipikulnya.

Begitu menginjakkan kaki di taman belakang, Stela mengedarkan pandangan melihat puluhan tamu yang datang. Semuanya adalah kerabat dekat keluarga Oliver dan beberapa orang sanak saudaranya yang ada di Jakarta.

Pandangannya berhenti saat melihat pria bertubuh tinggi 180 centimeter, mengenakan jas berwarna maroon senada dengan yang dikenakan Stela. Sebuah kopiah menutup kepala. Pria itu tersenyum manis menanti kedatangan calon istrinya.

Masih seperti mimpi. Dalam hitungan menit, gue akan menjadi istri Vincent, batin Stela sambil membalas senyuman calon suaminya.

Bahkan hingga detik ini, dia belum menyatakan cintanya kepada Vincent.


Bersambung...

Siap-siap? Udah pada siap? Habis ini babnya untuk 18+ yaa.. :)))

A MAN IN A TUXEDO (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang