Beberapa bulan kemudian
Sejak pertemuan dengan dokter ahli saraf Vincent, tak banyak yang dilakukan oleh Stela. Dia hanya bisa mengawasi pria itu dan memikirkan cara bagaimana agar ingatannya kembali. Satu-satunya yang bisa dilakukan adalah membawa Vincent ke Inggris.
Stela berusaha menjaga jarak dengan Vincent, khawatir pria itu kembali merasakan kedekatan mereka sebelumnya. Beruntung dia tidak menceritakan tentang kejadian beberapa bulan lalu di video. Gadis itu juga bersikap sewajarnya, karena tak ingin Vincent curiga.
"Udah rapi ini. Gue cabut sekarang ah," gumam Stela setelah memutar tubuh di depan cermin. Sore ini ada janji menonton film dengan Garry.
Ketika membuka pintu, dia melihat Candra berdiri di depan kamarnya.
"Astaga! Bikin kaget aja lo," celetuk Stela terkejut.
"Sorry. Aku baru mau ketuk pintu, ternyata kamu udah buka pintu duluan," balas Candra sambil melihat Stela dari atas ke bawah.
"Kamu mau pergi ya? Kencan?" tanya Candra.
Stela nyengir kuda. "Iya nih. Gue mau kencan sama Kakak sendiri."
"Sama Bang Garry?"
"Siapa lagi? Hidup gue 'kan nggak berwarna. Cuma ikutin Vincent ke kantor trus pulang ke rumah. Jadi kuper nih," keluh Stela menekuk wajah.
Candra menahan tawa melihat ekspresi Stela saat ini.
"Aku ikut aja bagaimana? Biar kamu tidak bosan pergi nonton dengan Kakak kamu."
"Vincent siapa yang jaga?" Stela mengerling ke kamar Vincent.
Candra garuk-garuk kepala tak gatal. "Betul juga ya."
"BeTeWe, ngapain lo cari gue?" Alis Stela naik sebelah ke atas.
"Mau kasih tahu schedule Pak Vincent yang bisa dikosongkan selama seminggu."
Raut wajah Stela berubah semringah. Lubang kecil di samping bibir bawahnya terlihat.
"Udah ketemu?"
Candra menganggukkan kepala. "Dua bulan lagi nih," ujarnya menyerahkan kopian jadwal Vincent.
Mata cokelat lebar Stela bergerak membaca kertas yang diberikan Candra. Senyuman tidak beranjak dari bibirnya.
"Oke, thanks ya, Can. Entar gue ngomong ke Bu Widya deh. Mudah-mudahan cara ini efektif."
"Semoga. Aku juga ingin Pak Vincent seperti dulu lagi." Candra menarik napas panjang. "Kamu tidak tahu bagaimana paniknya dia waktu bangun tidur."
"Kayaknya kita bakalan ngobrol lama nih. Masuk dulu deh." Stela mempersilakan Candra masuk.
"Kamu tidak buru-buru?" desis Candra.
Stela melihat jam tangan, kemudian menggeleng. "Masih dua jam lagi sih. Gue aja yang kecepetan dandan."
Padahal Stela sengaja ingin berangkat lebih awal agar bisa jalan-jalan dulu. Barangkali ada yang bisa dibeli, sekalian cuci mata juga.
Baru saja duduk di sofa, ponselnya berbunyi. Panggilan masuk dari Garry.
"Sorry, ada telepon. Gue angkat dulu ya," ucap Stela kepada Candra sambil menunjuk ponsel.
"Kenapa, Da?" sapa Stela setelah menggeser tombol hijau di layar ponsel.
"Maaf, Dek. Kayaknya janji kita batal deh," sahut Garry dengan nada lesu.
"Yah, kok gitu?" Tampak raut kecewa di wajah Stela.
KAMU SEDANG MEMBACA
A MAN IN A TUXEDO (TAMAT)
RomanceFollow akun penulis dulu yuk, sebelum dibaca ^^ *** Stela tak pernah membayangkan menikah dengan seorang penderita Anterograde Amnesia. Kontrak menjadi psikiater pribadi keluarga Oliver, tak hanya membuatnya harus menyamar sebagai sekretaris pribadi...