Begitu keluar dari kamar mandi, Stela langsung menutup mata ketika Vincent mendekat hanya mengenakan celana boxer. Jantungnya masih saja berdebar kencang melihat otot yang menghiasi tubuh suaminya itu.
Vincent tersenyum usil melihat ekspresi istrinya, kemudian meraupnya ke dalam pelukan. Tanpa permisi, dia sudah memagut bibir Stela erat dengan tangan kanan sudah menyelinap ke balik handuk piyama yang dikenakan wanita itu.
Handuk yang tadi membungkus kepala Stela kembali terlepas dan tergeletak di lantai, karena tangan kiri Vincent yang berada di tengkuknya. Hormon dopamin kembali terproduksi dengan cepat di tubuhnya. Tapi sekuat tenaga, ia berusaha kembali menyadarkan diri karena harus segera sarapan dan berangkat ke rumah sakit.
"Vin," bisik Stela tepat di depan bibir seksi Vincent.
Vincent memundurkan sedikit kepala ke belakang.
"Kita lanjutkan nanti aja ya?" pintanya dengan napas terengah karena tangan Vincent masih belum berhenti memberi treatment di bagian lembut miliknya.
Pria itu mengamati paras Stela yang dihiasi rona merah, karena hasrat yang terpancing. Embusan napas pelan keluar dari sela bibirnya sebelum mengangguk. Jelas sekali Vincent berusaha menahan diri untuk tidak melanjutkan lagi apa yang sudah dimulainya barusan.
"Saya juga kasihan kalau kamu mandi lagi," goda Vincent nakal.
Stela memukul pelan dada Vincent sambil menggelengkan kepala.
"Dielus dong, Sayang. Jangan dipukul," protes Vincent usil.
"Vin? Udah mandi sana, nanti kesiangan berangkat bisa macet." Stela memutar tubuh Vincent, lalu mendorongnya ke kamar mandi.
Dengan wajah mengerucut tak rela, akhirnya Vincent menutup pintu kamar mandi. Stela beranjak menuju tempat koper Vincent diletakkan, lantas menyediakan pakaian yang akan dikenakannya nanti. Satu setelan kemeja non formal dan celana berbahan katun telah berada di atas kasur. Setelahnya dia mengenakan pakaian untuk dirinya sendiri.
Celana jeans dengan atasan model empire line yang memiliki band pinggang di bawah dada berwarna biru muda menjadi pilihannya. Beberapa hari sebelum menikah, Stela membeli beberapa jenis pakaian yang bisa digunakan saat bepergian dengan Vincent.
Menjadi istri dari seorang pengusaha nomor satu di bidang broadcast, membuatnya harus memerhatikan penampilan. Apalagi dia juga akan menghadiri acara undangan dari rekan kerja atau karyawan bahkan artis yang bekerja di bawah naungan stasiun televisi milik Vincent.
Tak lama kemudian, Vincent keluar dari kamar mandi dengan handuk melingkari pinggang dan satu handuk kecil menggantung di leher. Dia melihat Stela sedang berdandan di depan walk in closet, lalu mendekatinya.
"Vin, kamu masih basah!" seru Stela saat tahu suaminya ingin memeluk dirinya.
"Kamu bantu seka air yang masih ada dong. Saya nggak lihat mana saja yang masih basah," pinta Vincent sambil menyerahkan handuk kecil.
Stela menelan saliva saat melihat cetakan otot yang tampak jelas di tubuh Vincent. Dia menundukkan kepala sesaat, sebelum menerima handuk itu. Kepalanya menengadah ke atas, melirik rambut suaminya yang masih meneteskan air.
"Nunduk dong. Kamu ketinggian, tanganku nggak nyampe nih," cicit Stela sambil mengulurkan tangan ke atas, bersiap menyeka rambut suaminya.
Vincent menundukkan tubuh sedikit, namun segera berganti ke posisi tegak saat tangan Stela nyaris menyentuh rambutnya. Dia tertawa lebar melihat istrinya kewalahan menggapai kepala, karena perbedaan tinggi yang jauh di antara mereka.
"Vincent? Mau aku bantuin atau kamu seka sendiri aja nih?" cetus Stela dengan bibir mengerucut.
Cup!
Sebuah kecupan singkat diberikan Vincent tepat di bibir istrinya. "I am sorry, Sayang. Lucu sih lihat kamu seperti itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
A MAN IN A TUXEDO (TAMAT)
RomanceFollow akun penulis dulu yuk, sebelum dibaca ^^ *** Stela tak pernah membayangkan menikah dengan seorang penderita Anterograde Amnesia. Kontrak menjadi psikiater pribadi keluarga Oliver, tak hanya membuatnya harus menyamar sebagai sekretaris pribadi...