Tubuh Stela menegang di dalam pelukan Vincent, di sela jantung yang terpacu bergemuruh. Pertama kali dalam hidupnya ia dipeluk oleh pria, selain ayah dan kakaknya. Selama tujuh tahun pacaran dengan mantan pacar satu-satunya, gadis itu tidak pernah dipeluk.
Walau ingin marah, tapi Stela membiarkan Vincent memeluknya dalam waktu yang cukup lama. Dia tahu saat ini pasiennya tidak sedang baik-baik saja. Ada hal yang disimpan olehnya.
"I am sorry, Stela. But let me hold you for seconds," bisiknya di telinga Stela menambah sebuah rasa yang kini menyelinap di hati gadis itu.
Stela mengangguk pelan. Tangannya menepuk lembut bahu Vincent, mencoba menenangkan.
"Lo tadi tanya pendapat gue tentang Bastian, 'kan?" tanya Stela masih dalam pelukan Vincent.
Dia merasakan kepala Vincent bergerak di bahunya.
"Ya." Vincent melonggarkan pelukan dan melihat bola mata cokelat terang itu bergantian.
"Mau jawaban jujur atau bohong nih?" Stela tersenyum jail.
"Jujur dong. Masa mau bohong sama saya?" Vincent menyipitkan mata.
Stela terkikik.
"Bastian ya? Ganteng, muda, mapan, educated, almost perfect as a man. Tapi ...."
"Sama saya gantengan mana?" Pertanyaan tidak bermutu keluar dari bibir Vincent.
"Nggak bisa jawab," sahut Stela tertawa.
Vincent berdecak.
"Belum selesai ini ngomongnya. Mau diterusin atau nggak nih?"
Pria itu mengangguk.
"Ada tapinya nih. Menurut gue ada yang nggak biasa dari dia. Aneh aja gitu." Stela menghela napas dari mulut dengan merapatkan gigi.
"Maksudnya?" tanpa sadar jari Vincent membelai rambut Stela, menyelipkannya di belakang telinga.
"Kayak ada yang disimpan gitu. Bastian menurut gue misterius, nggak seperti yang terlihat. Ada yang aneh." Stela berusaha menahan getaran yang terasa saat tangan Vincent menyentuh pinggir telinganya.
"Lo juga merasakan ada yang aneh?" tanya Stela lagi setelah Vincent menurunkan tangannya.
Vincent terdiam lalu menyandarkan punggung di kursi. Dia menengadahkan kepala menatap plafon. Terdengar embusan napas berat keluar dari indra penciumannya.
"Saya merasa tadi bukanlah pertama kali kami bertemu."
Stela mengangguk sambil menjepit bibir. Dia juga merasakan hal yang sama. Dari cara Bastian menyambut dan tersenyum kepada Vincent tadi, jelas terlihat bukan kali pertama mereka bertemu, meski politikus itu bertingkah seolah inilah pertama kali mereka berjumpa.
"Itu yang bikin kepala lo sakit?"
Vincent sudah tidak bisa berbohong lagi, karena Stela telah mengetahuinya. Dia lupa gadis itu seorang psikiater yang dengan mudah membaca situasi melalui bahasa tubuh dan mimik wajah.
"Ya," jawabnya singkat.
Stela memiringkan kepala melihat Vincent.
"Kenapa lihat saya begitu? Nanti naksir loh," goda Vincent dengan raut wajah tengil.
Gadis itu tertawa singkat lantas menepuk pelan kening Vincent, sehingga membuatnya meringis.
"Kepala saya 'kan lagi sakit," katanya sambil mengusap pelipis.
Seketika Stela menjadi cemas. "Sorry, Vin. Gue lupa kalau lo lagi sakit kepala."
Vincent terpingkal melihat perubahan drastis di raut wajah Stela.
KAMU SEDANG MEMBACA
A MAN IN A TUXEDO (TAMAT)
RomansaFollow akun penulis dulu yuk, sebelum dibaca ^^ *** Stela tak pernah membayangkan menikah dengan seorang penderita Anterograde Amnesia. Kontrak menjadi psikiater pribadi keluarga Oliver, tak hanya membuatnya harus menyamar sebagai sekretaris pribadi...