BAB 30: Kontrak Membawa Petaka

2.1K 175 0
                                    

Stela menggenggam erat kedua daun tangannya yang saling bertautan di atas paha. Dia mencoba mencerna perkataan dari Widya.

"Kalau gitu gampang, kamu bisa menikah dengan Vincent." Kalimat itu berputar di memory-nya berulang-ulang.

Widya masih mengamati reaksi dari Stela. Wanita paruh baya itu membiarkannya berpikir beberapa saat. Tahu bahwa Stela pasti shock dengan perkataannya.

"Kenapa harus menikah? Saya hanya ingin membawa Pak Vincent liburan ke London saja, Bu." Stela bersuara setelah diam beberapa menit.

Widya tersenyum penuh kelembutan. Dia masih memandang wajah Stela yang menunduk.

"Dengar, Stela. Kamu harus mengawasi Vincent selama 24 jam. Tidak mungkin kalian tidur terpisah karena kondisi Vincent yang butuh seseorang untuk mengingatkan di mana ia berada nanti." Widya menarik napas panjang sebelum melanjutkan perkataannya.

"Kamu tidak mau tidur dengan yang bukan mahram, bukan?" tanya Widya masih mengamati Stela.

Perlahan kepala gadis itu mengangguk.

"Solusi satu-satunya adalah menikah. Kamu harus menikah dengan Vincent," tegas Widya.

Gila! Gue nikah sama pasien sendiri? What? Are you kidding at me? batin Stela.

Hampir satu tahun bekerja di sini, tak pernah sekalipun ia menduga kalimat itu keluar dari bibir Widya. Tidak mungkin baginya menikahi pria yang notabene adalah pasiennya. Selain itu Vincent akan melupakan kenangan yang dilalui selama sehari setelah bangun dari tidur.

Nggak mungkin gue nikah sama Vincent, batinnya lagi.

"Tapi Bu. Saya—"

"Yes or no. Pilih salah satu di antara dua itu! Di kontrak yang telah kamu tanda tangani tertera jelas, akan melakukan permintaan keluarga Oliver. Saya minta kamu menikah dengan Vincent." Widya berbicara lugas seperti biasanya dengan mata menegang.

"Pernikahan bukan untuk main-main, Bu. Bagi saya menikah sekali seumur hidup. Saya juga nggak ingin nikah kontrak. Agama melarangnya, Bu."

Terdengar helaan napas singkat dari Widya. Dia melihat Stela dengan tatapan lebih lunak dari tadi.

"Saya meminta kamu menikah dengan Vincent juga bukan untuk main-main, Dokter Stela. Hanya kamu yang bisa saya percayakan untuk menjaga Vincent. Selama hampir satu tahun ini, kamu telah melakukan hal yang luar biasa."

Widya masih melihat ke arah Stela. Gadis itu menundukkan pandangan karena merasa seakan ibunya yang telah tiada, kini sedang menatapnya lekat.

Wanita paruh baya itu berdiri, lalu mendekati Stela. Dia menepuk bahu psikiater muda itu.

"Saya beri kamu waktu tiga hari. Pikirkan ini baik-baik," pungkasnya sebelum pergi dari ruang kerjanya.

Stela memejamkan mata agar air mata tidak keluar. Kelemahannya adalah air mata mudah keluar saat menahan amarah. Kontrak bernilai milyaran rupiah, ternyata membawa petaka dalam hidupnya. Tak hanya beralih profesi menjadi sekretaris gadungan, Stela juga harus menikah dengan seorang penderita Anterograde Amnesia.

Terdengar tarikan dan embusan napas dari sela bibirnya. Dia ingin memberontak tapi tak berdaya. Diam menjadi satu-satunya pilihan. Stela mengusap keras wajahnya.

Setelah menenangkan diri beberapa saat, dia keluar dari ruang kerja Widya. Tangga yang biasa dilewatinya terasa begitu tinggi dan terjal, sehingga butuh waktu lama untuk sampai di atas. Langkah kakinya berhenti tepat di depan pintu kamar Vincent.

"Gue harus gimana? Masa iya nikah sama Vincent?" Stela menggaruk-garuk kepalanya, kemudian berjalan menuju kamar sambil menghentakkan kaki.

Tak bisa terbayangkan bagaimana reaksi ayah dan kakaknya jika tahu hal ini. Begitu tiba di kamar, dia meraih ponsel dan menghubungi Santi. Hanya gadis itu yang bisa diajak curhat untuk saat ini. Tidak mungkin juga curhat hal seperti ini dengan Candra dan Garry.

A MAN IN A TUXEDO (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang