Stela berdiri di depan cermin. Beberapa kali dia mengganti pakaian yang dikenakan. Pergi bersama dengan seorang pengusaha tampan seperti Vincent membuat rasa percaya diri menciut seketika. Mau tidak mau, dia harus juga memerhatikan penampilan, agar tidak membuat malu nantinya.
"Bodo amat. Kita 'kan cuma temenan," gumam Stela setelah melihat baju kaus, kemeja dan celana jeans yang berjejer di atas kasur.
Tangannya bergerak mengambil baju kaus lengan panjang berwarna pink lembut dan celana jeans berwarna navy blue. Rambut dibiarkan terurai begitu saja menutupi tengkuk, karena malam segera menjelang. Lagi pula mereka akan menonton film malam ini dan tentu bioskop akan terasa dingin.
Setelah mengoles lipstik berwarna pink juga, Stela segera meraih tas kecil yang selama ini menemaninya saat pergi selain ke rumah sakit. Dia bersiap untuk ke luar kamar, sebelum lagu Rolling in The Deep kembali mengalun di ponsel.
"Adiak Uda (Adiknya kakak)." Terdengar suara yang sangat amat dikenal Stela di ujung telepon.
"Apo (apa)?" jawab Stela datar.
"Ih, kok responsnya gitu sih?"
"Aku mau pergi, Uda. Kenapa telepon?"
"Cieee ... mau pergi ke mana nih? Kamu udah punya pacar ya? Biasanya malam minggu juga diam di kosan atau pergi sama uda." Garry meledek.
"Nggak. Cuma keluar aja sama Vincent. Bosan katanya di rumah terus."
"Duuh. Aroma cinloknya semakin kecium nih." Garry kembali menggoda adiknya.
"Apaan sih Uda? Orang kita cuma temenan aja."
"Kaaan ... Sekarang kamu dan Pak Vincent udah berubah menjadi kita. Temen juga lama-lama bisa jadi demen loh." Garry tak henti menggoda Stela.
"Ngomong gitu lagi aku matiin nih!" ancam Stela.
"Eh, jangan dong." Garry tergelak. "Uda tadi mau ngajak makan malam, biar kamu traktir."
"Dasar muka gratisan!" cibir Stela meski Garry tidak bisa melihat.
"Jelas dong. Gaji kamu 'kan lebih gede daripada gaji Uda." Terdengar lagi cekikikan di telepon.
Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu.
"Udah ya, Da. Kayaknya Vincent udah nungguin. Traktirannya kapan-kapan aja ya?"
"Ya udah. Sedih nih uda sekarang dinomor-duakan." Nada suara Garry terdengar sendu, tapi terlalu kentara karena hanya akting.
Stela segera mengakhiri panggilan, lalu membuka pintu kamar.
"Stela, aku bawa ini—" Kalimat Candra terhenti saat melihat Stela telah rapi. Dia segera menyembunyikan kantong yang berisi makanan di belakang tubuh.
"Bawa apa?" Stela celingukan.
"Mau pergi ya?"
Stela mengangguk masih berusaha melihat ke belakang tubuh Candra.
"Ngedate sama pacar?"
"Nggak. Mau nonton sama Vincent."
"Vincent?" Senyuman di wajah Candra memudar seketika.
"Iya. Kenapa?"
"Nggak kenapa-napa kok. Tumben si Bos nggak bilang sama aku."
"Dia pengin pergi tanpa asisten. Mau pake taksi online, biar kayak orang biasa gitu," jelas Stela kembali melihat Candra setelah gagal melihat benda yang disembunyikannya.
"Oh. Ya udah. Jaga dia baik-baik ya? Jangan sampai stres. Ini pertama kali dia keluar sejak kejadian itu."
"Tenang. Gue 'kan psikiater, udah tahu gimana tanda-tandanya." Stela menaik-naikkan alis dengan cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
A MAN IN A TUXEDO (TAMAT)
RomanceFollow akun penulis dulu yuk, sebelum dibaca ^^ *** Stela tak pernah membayangkan menikah dengan seorang penderita Anterograde Amnesia. Kontrak menjadi psikiater pribadi keluarga Oliver, tak hanya membuatnya harus menyamar sebagai sekretaris pribadi...