BAB 25: Jawaban dan Penyangkalan

2.1K 182 1
                                    

Mata elang Vincent memandangi netra cokelat milik Stela bergantian. Sebuah senyuman terukir di bibirnya ketika mendapatkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan tadi.

"Dari cara kamu membalas tadi, jelas ini bukan yang pertama kali kita berciuman. Saya benar, 'kan?" ujar Vincent kemudian.

Stela memejamkan mata lama. "Nggak! Ini baru pertama kali."

"Masa sih?" Vincent tersenyum nakal.

"Beneran. Gue ... Saya nggak bohong, Pak."

"Tapi kamu membalasnya, Stela."

"Apa ada alasan untuk nggak membalas ciuman dari pria tampan seperti Bapak?" Saking paniknya Stela sampai mengeluarkan kata-kata seperti itu.

Raut wajah Vincent berubah seketika. "Apa maksud kamu?"

"Maksudnya ... Saya membalas karena Bapak ganteng, jadi ya kenapa nggak dinikmati aja?" Stela berbohong. Hatinya sakit ketika harus melontarkan kalimat itu.

Pegangan tangan Vincent mulai longgar dari punggungnya. Jawaban Stela tidak seperti yang diharapkan. Terdengar helaan napas berat dari hidung pria itu. Sebuah tawa singkat keluar dari bibirnya.

"Saya nggak nyangka kamu orang seperti itu, Stela." Tatapan Vincent berubah sendu. Tampak kekecewaan di wajahnya.

"Saya nggak akan menanyakannya lagi. Mungkin sudah seharusnya orang seperti saya harus mengalami hal seperti ini, karena nggak bisa ingat kejadian sebelumnya." Vincent mundur dua langkah ke belakang.

"Anggap saja yang tadi nggak pernah terjadi. Saya nggak ingin kejadian ini merusak hubungan profesional di antara kita." Kembali terdengar helaan napas berat, ketika Vincent memberi jeda. "Kamu nggak perlu khawatir, Stela. Saya nggak akan merekam ini di digital diary, jadi besok saya sudah pasti lupa."

Stela hanya mengangguk dengan memaksakan senyum. Setelahnya Vincent melangkah keluar dari kamar, lalu menghilang di balik pintu yang kini tertutup.

Gadis itu membuka mulut dan mengambil napas sebanyak-banyaknya. Perlahan isakan keluar dari sela bibir diiringi dengan deru napas yang tak beraturan.

Lo kenapa sih, Stel? Kok jadi cengeng gini? rintihnya dalam hati.

"Gue udah bikin hati Vincent terluka. Jahat banget gue," gumamnya sambil menyeka air mata yang berkejaran di pipi.

Lo nggak jahat kok, Stela. Ini yang terbaik untuk kalian berdua, ujar sisi lain dari hatinya.

Stela kembali menenangkan diri. Dia harus mencari tahu bagaimana cara agar ingatan Vincent bisa kembali. Jika terus berlama-lama seperti ini, pertahanannya akan runtuh dan Stela tidak bisa lagi menjadi psikiater profesional seperti yang selama ini dibanggakannya.

Gadis itu mengeluarkan kotak cokelat yang diberikan oleh Candra saat pertama kali datang ke sini. Dia diam sesaat sambil berpikir, sebelum mengambil ponsel dari atas nakas.

"Halo, Can. Lo ada di mana sekarang?" tanya Stela begitu mendapatkan jawaban dari Candra.

"Aku lagi di bawah, kenapa?"

"Sibuk?"

"Tidak."

"Bisa ke kamar gue nggak? Ada yang mau gue diskusikan."

"Oke. Sebentar," ujar Candra sebelum panggilan berakhir.

Stela mengeluarkan buku diari dan foto-foto kebersamaan Vincent dengan Kirania. Entah kenapa hatinya terasa sesak melihat kemesraan mereka. Cemburukah Stela?

Dia juga mengeluarkan beberapa catatan penting yang dikutip dari diari Kirania, seperti tempat-tempat wisata yang pernah mereka kunjungi. Stela juga mencatat nama-nama orang yang dekat dengan gadis itu juga.

A MAN IN A TUXEDO (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang