Ketakutan

291 31 2
                                    

"Nafiza!!" sahut seorang pria paruh baya pada anaknya yang sedang menunduk takut. Pria itu melemparkan beberapa lembar kertas pada Fiza.

"Apa-apaan kamu ini Fiza? Nilai kamu kenapa jadi turun begini?!" 

"Kamu harus ikut les mulai sekarang, jangan coba untuk menolaknya lagi Fiza. Itu tidak akan mempan."

"Pah?" panggil Fiza pelan.

"Apa?"

"Aku itu sebenarnya dianggap apa oleh Papah? Mengapa Papah selalu tergila-gila oleh nilai?"

"Ini untuk masa depan kamu juga!" balas Yudi.

"Fiza tau, Papah seperti ini karena tidak ingin aku direndahkan oleh keluarga Papah. Tapi kalau Papah kayak gini terus, Papah gak ada bedanya sama mereka."

"Apa Papah tau keadaan aku akhir-akhir ini kayak gimana? Pikiran aku kacau Pah! Papah gak tau apa yang aku alamin sekarang. Yang Papah pedulikan cuman nilai, nilai, dan nilai! Kadang aku suka mikir, aku itu anak Papah atau hanya boneka yang akan menuruti semua keinginan Papah," lanjut Fiza sedikit menaikkan nada suaranya. Jujur, ia sudah terlalu muak akan semuanya.

Satu tamparan mengenai pipi kanan Fiza, perempuan itu terdiam sembari memegangi pipinya yang terasa perih. Bukan hanya pipi, melainkan hati juga. Untuk pertama kalinya, ia mendapatkan perlakuan sepeeti itu dari papahnya sendiri.

"Kamu mulai kurang ajar Fiza! Saya tidak mendidik kamu seperti itu."

"Papah emang gak didik aku untuk kurang ajar, tapi perilaku Papah yang buat aku kayak gini! Aku benci saat Papah nanya nilai, bukan keadaan aku. Aku benci saat Papah ngebandingin aku sama Naya! Aku benci Papah!!" Fiza berlalu pergi meninggalkan Yudi seorang diri dengan isak tangis.

"Fiza kamu kenapa?" tanya Rere khawatir. Ia mengusap air mata di pipi Fiza.

"Aku benci Papah Mah, aku benci Papah!" ujar Fiza berlari keluar rumah. Tujuannya hanya satu, rumah Elvano. Ia mengetuk pintu rumah Elvano. Pintu terbuka, menampilkan Elvano yang menatapnya khawatir.

"Lo kenapa nangis Za?"

"El..., hiks..." Tangis Fiza semakin menjadi, Elvano menarik tangan Fiza memasuki rumah dan mendudukannya di sofa.

"Kenapa nangis?"

"Gue benci Papah El," jawab Fiza menatap Elvano dengan berlinang air mata.

"Gak boleh ngomong gitu Za."

"Dia nampar gue El!! Ini pertama kalinya dia nampar gue." Elvano menghela nafasnya kasar. Ia tidak tau harus mengucapkan apa.

"Jangan nangis, udah jelek makin jelek kan lo?" Fiza memukul bahu Elvano kesal, tangisannya bahkan semakin mengencang.

"Yah ko malah makin kenceng?" panik Elvano. Ia menyandarkan kepala Fiza di bahunya sembari mengusap rambut perempuan itu.

"Cup cup cup, udah ya. Baju gue basah Za. Males ganti," ujar Elvano membuat Fiza menegakkan tubuhnya dan menatap Elvano kesal.

"Lo mah ah bercanda terus."

"Lah emang bener nih liat baju gue." Benar saja, baju Elvano terlihat basah oleh air mata Fiza.

"Lo juga bikin gue kesel, kenapa coba ngejauhin gue beberapa hari ini? Gue ajak ke kantin gak mau! Gue ajak ngomong jawabnya datar terus!" ucap Fiza.

"Gue lagi nyari pelaku yang ngedorong Naya, makanya gue sensitif banget." Raut wajah Fiza berubah seketika.

"Maksud lo?"

"Gue tau, Naya gak mungkin bunuh diri. Pasti ada orang lain saat itu." Elvano menatap Fiza yang sedang menghindari matanya.

"Kenapa Za?"

"Nggak ko."

"Lah geje banget lo."

"Gue pulang dulu ya El, makasih," pamit Fiza kemudian berlalu pergi dari rumah. Sedangkan Elvano menatap kepergian Fiza dengan tatapan sendu.

"Apa kata Aldo itu bener Za? Lo pelakunya?"

"Awalnya gue gak curigain lo. Tapi ngeliat sikap lo kayak tadi, gue jadi curiga sama lo," gumam Elvano pelan.

Di depan rumah Elvano, tubuh Fiza bergetar ketakutan. Ia berjalan tak tentu arah dengan pandangan kosong. Datanglah Rere yang langsung memeluk tubuh Fiza erat.

"Kamu ini bikin Mamah khawatir aja! Itu Papah kamu juga nyariin, katanya dia gak masud nampar kamu tadi. Papah kamu nyesel udah ngelakuin itu tadi. Ke rumah ya? Biar kita bicarain baik-baik," ujar Rere mengusap rambut Fiza lembut.

"Mah?" lirih Fiza.

"Hm?"

"Aku harus gimana? Aku takut."

"Takut kenapa?" Rere menatap putrinya khawatir. Wajahnya terlihat pucat dengan tubuh bergetar.

"Ini bukan salah aku Mah, aku terpaksa."

"Apa maksud kamu Fiza? Kenapa kamu seperti ini?"

"Ini bukan salah aku!!"

NayaVa (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang