"Sebelum kejadian, lo ngerasa ada yang aneh dari sikap Naya gak?" tanya Aldo. Elvano yang sedang mengupas buah, menghentikan kegiatannya.
"Aneh?"
"Hm, coba lo inget lagi."
"Dia waktu itu keliatan pucet, tiba-tiba jadi diem gitu. Ditanya, jawabnya selalu gak papa. Udah itu beberapa hari gak masuk sekolah. Rumahnya pun kosong. Kayaknya ada masalah sama keluarganya."
"Lo gak mikir karena hal lain El?" Kedua alis Elvano saling bertaut. "Maksudnya?"
"Beberapa hari sebelum kejadian, Naya keliatan kayak dikejar-kejar. Gue gak tau sama siapa, Naya kayak ketakutan banget. Gue curiga, ada sesuatu yang ditutupin sama Naya."
"Kepala gue pusing mikirin tentang ini. Terlalu banyak rahasia. Padahal gue pacarnya kenapa gak mau terbuka sama gue." Elvano mengacak-acak rambut frustasi.
"Naya tau, kalau lo gak berguna. Makanya gak mau bilang," ujar Aldo sekenanya. Geram, Elvano memujul kepala Aldo.
"Sakit njir, lo gak liat kepala gue masih diperban."
"Emang gue peduli?"
"Sialan!"
***
"Untuk tugas, kalian mencari materi yang sudah ibu tuliskan di papan tulis, setiap kelompok punya materi masing-masing ya. Materi bisa dari buku paket, atau internet kalau bisa jika ada yang kurang di buku, kalian tambahkan dari internet. Lalu buat powerpoint untuk presentasi dipertemuan selanjutnya. Tugas ini perkelompok, satu kelompok berisi 4 orang. Apa ada yang ingin bertanya?" ujar guru itu. Seorang perempuan mengangkat tangannya.
"Bu kelompoknya dipilih Ibu atau bebas?"
"Bebas saja ya, kalian juga sudah harus mandiri. Kalau begitu kita akhiri pembelajaran untuk hari ini. Saya permisi." Guru mata pelajaran Biologi berlalu keluar. Kelas pun menjadi bising karena langsung membuat kelompok.
"El lo sama gue ya?" tanya Fiza yang dibalas anggukan oleh Elvano.
"Gue juga ya Za?" ujar Rey.
"Oke. Satu lagi siapa?"
"Gue boleh gabung?" tanya Luna dengan senyuman malu-malu.
"Gak," bukan Fiza yang menjawab melainkan Elvano.
"Kalian kekurangan satu orang kan?"
"Mila!" panggil Elvano. Sang empu menoleh, menatap Elvano bingung.
"Lo ada kelompok?"
"Belum ada."
"Lo masuk kelompok gue."
"Iya," balas Mila.
"Udah gak ada tempat lagi buat lo, mending sekarang lo pergi. Muak liat cabe," sarkas Elvano membuat Luna pergi dengan perasaan kesal.
"Wah gila pedes banget omongan lo El," ujar Rey.
"Bacot lo ah."
"Yaudah pulang sekolah pada bisa gak? Kita kerjain dari sekarang, biar gak terlalu diburu-buru nanti."
"Dimana?" tanya Elvano.
"Di rumah gue aja, Mamah sama Papah lagi gak di rumah."
"Lo bisa kan Rey?" tanya Fiza yang dibalas anggukan cepat dari Rey.
"Oke deh. Nanti gue tanya Mila." Fiza berlalu menuju kursinya kembali.
***
Seperti rencana, sepulang sekolah mereka menuju rumah Fiza untuk mengerjakan tugas kelompok.
"Elvano sama Rey cari dibuku paket, Mila yang buat powerpoint, gue cari diinternet. Nanti kita satuin materinya. Gimana? Biar cepet beres juga kalau dibagi-bagi," usul Fiza. Mereka bertiga mengangguk setuju akan usul Fiza.
Semua orang mengerjakan bagian masing-masing. Elvano melihat ponselnya yang mati karena kehabisan baterai.
"Za pinjem charger, males ke rumah."
"Ambil aja di kamar gue, di meja belajar kalau gak salah. Cari aja," balas Fiza. Elvano bangkit menuju kamar Fiza. Ia mencari di tempat yang Fiza sebutkan, tapi tidak ditemukan.
"Gak ada Za!" teriak Elvano.
"Di laci mungkin El!" balas Fiza. Elvano segera membuka setiap laci. Pandangannya terhenti pada benda yang amat sangat familiar.
Elvano mengambil benda itu, yang ternyata adalah ponsel yang mirip seperti milik Naya. Ia mencoba menyalakan ponsel itu, berharap dugaannya salah.
Deg!
Layar ponsel menunjukkan lockscreen foto mereka bertiga. Benar, ini ponsel Naya. Apa maksudnya ini? Ternyata selama ini ponsel yang ia cari, Fiza menyimpannya?
"Ketemu gak El?" sahut Fiza memasuki kamar.
"Za, kenapa hp Naya ada di lo?" tanya Elvano tanpa mengalihkan pandangan.
"El..." Fiza sangat panik sekarang, wajah Elvano saat ini benar-benar tidak bersahabat.
"Gue mati-matian supaya gak curiga sama lo, tapi ini apa? Bukti udah ada di depan gue."
"El..., dengerin gue dulu." Elvano melangkah mendekati Fiza, namun perempuan itu memundurkan langkahnya.
Elvano menutup pintu di belakang Fiza sangat kencang sehingga menimbulkan suara yang sangat kencang. Kini Fiza semakin dipojokkan.
"Gue nuduh orang kesana kemari tapi pelakunya orang terdekat gue? Sungguh lucu."
"El gue bisa jelasin."
"LO MAU JELASIN APA LAGI HAH?!" bentak Elvano. Air mata luruh begitu saja dari mata Fiza. Sungguh, ia sangat takut melihat Elvano di depannya.
"Lo itu orang yang paling gue percaya, gue udah anggep lo kayak adek gue sendiri Za. Gue sayang banget sama lo."
"Naya punya salah apa sama lo? DIA PUNYA SALAH APA SAMA LO SAMPE NGELAKUIN HAL YANG BUAT NAYA KOMA!" Fiza menggelengkan kepalanya sembari menutupi telinganya dengan kedua tangan.
"Bukan gue, gue gak ngelakuin itu El..., gue gak salah."
"GUE GAK SALAH!"
"Kenapa lo ngelakuin itu Za, KENAPA!!" Elvano mencengkram bahu Fiza.
"Eh woy ada apa?" sahut Rey dari luar.
"Denger ini baik-baik, persahabatan kita hancur gara-gara ulah lo sendiri Za," ujar Elvano menjauhkan diri, ia membuka pintu kasar sampai Fiza hampir terjatuh karena ulah Elvano.
"Kalian kenapa ribut gini?" tanya Rey menatap Elvano meminta penjelasan. Begitupun dnegan Mila yang terlihat kebingungan.
"Kalau ada hal buruk terjadi sama Naya, gue gak bisa maafin lo Fiza. Sampai kapanpun." Elvano pergi dari sana.
Tubuh Fiza luruh, ia menangis sekencang-kencangnya. "Gue gak salah!!!"
"Gue gak ngelakuin itu El kenapa lo gak percaya!"
"Bukan salah gue!!!" Fiza menarik-narik rambutnya. Rey yang melihat itu segera menahan tangan Fiza.
"Sadar Za, jangan nyakitin diri sendiri!"
"Rey gue harus gimana? Gue gak salah. Tolong bilangin ke El."
"Gue gak salah..., hiks."
"Lo percaya kan Rey?" lirih Fiza.
"Iya gue percaya sama lo Za."
KAMU SEDANG MEMBACA
NayaVa (END)
Novela JuvenilIni tentang sebuah kisah dimana semua orang berjalan melewati jalan berduri untuk sampai keujung jalan yang penuh kejutan. Semuanya pasti terluka, secara fisik maupun batin. Tapi kelak akan tersenyum ketika sampai pada tujuan. Sudah siap berkelana d...